Thursday, 29 April 2010

Karakteristik Anak dengan kebutuhan khusus

Setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik (ciri-ciri) tertentu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk keperluan identifikasi, di bawah ini akan disebutkan ciri-ciri yang menonjol dari masing-masing jenis anak dengan kebutuhan khusus.
1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
a. a. Tidak mampu melihat
b. b. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter
c. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
d. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
e. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
f. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,
g. Peradangan hebat pada kedua bola mata,
h. Mata bergoyang terus.
Nilai standar : 4 (di luar a dan b), maksudnya, jika a dan b terpenuhi, maka tidak perlu menghitung urutan berikutnya.
2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
a. Tidak mampu mendengar,
b. Terlambat perkembangan bahasa
c. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
d. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara
e. Ucapan kata tidak jelas
f. Kualitas suara aneh/monoton,
g. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar
h. Banyak perhatian terhadap getaran,
i. Keluar cairan ‘nanah’ dari kedua telinga
Nilai Standar : 6 (di luar a), maksudnya jika a terpenuhi, maka berikutnya tidak perlu dihiung.
3. Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
a. Anggauta gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
b. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),
c. Terdapat bagian anggauta gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,
d. Terdapat cacat pada alat gerak,
e. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
f. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal
g. Hiperaktif/tidak dapat tenang.
Nilai Standar : 5
4. Anak Berbakat/ memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
a. Membaca pada usia lebih muda,
b. Membaca lebih cepat dan lebih banyak,
c. Memiliki perbendaharaan kata yang luas,
d. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,
e. Mempunayi minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa,
f. Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja sendiri,
g. Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,
h. Memberi jawaban-jawaban yang baik,
i. Dapat memberikan banyak gagasan
j. Luwes dalam berpikir
k. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,
l. Mempunyai pengamatan yang tajam,
m. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati,
n. Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri,
o. Senang mencoba hal-hal baru,
p. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi,
q. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan-pemecahan masalah,
r. Cepat menangkap hubungan sebabakibat,
s. Berperilaku terarah pada tujuan,
t. Mempunyai daya imajinasi yang kuat,
u. Mempunyai banyak kegemaran (hobi),
v. Mempunyai daya ingat yang kuat,
w. Tidak cepat puas dengan prestasinya,
x. Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi),
y. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
Nilai Standar : 18
5. Tunagrahita
a. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/ besar,
b. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
c. Perkembangan bicara/bahasa terlambat
d. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
e. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
f. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler)
Nilai Standar : 6
6. Anak Lamban Belajar
a. Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6),
b. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya,
c. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,
d. Pernah tidak naik kelas.
Nilai Standar : 4
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
• Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
a. Perkembangan kemampuan membaca terlambat,
b. Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
c. Kalau membaca sering banyak kesalahan
Nilai standarnya 3
• Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)
a. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,
b. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
c. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
d. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,
e. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
Nilai standarnya 4.
• Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)
a. Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
b. Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
c. Sering salah membilang dengan urut,
d. Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
e. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
Nilai standarnya 4.
8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi
a. Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain,
b. Tidak lancar dalam berbicaraa/mengemukakan ide,
c. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
d. Kalau berbicara sering gagap/gugup,
e. Suaranya parau/aneh,
f. Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu/celat/cadel,
g. Organ bicaranya tidak normal/sumbing.
Nilai standarnya 5.

9. Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku).
a. Bersikap membangkang,
b. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah
c. Sering melakukan tindakan aggresif, merusak, mengganggu
d. Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.
Nilai standarnya 4.

Sumber : http://www.wonosari.com/sekolah-pendidikan-f67/anak-dengan-kebutuhan-khusus-t6194.htm

Anak dengan Kebutuhan Khusus

Anak dengan Kebutuhan KhususMana istilah yang tepat: anak autis atau anak dengan autisme? Belakangan istilah anak dengan autisme lebih dianjurkan karena itu mengindikasikan seorang anak yang memiliki gangguan autisme. Berbeda dengan istilah anak autis yang seolah-olah menjadikan autis sebagai sifat yang dimiliki anak tersebut. Tetapi, ada istilah yang lebih tepat lagi, yakni anak dengan kebutuhan khusus (special needs).

Memang, autisme itu merupakan gangguan perkembangan pada anak-anak yang gejalanya telah terlihat sebelum berumur tiga tahun. Ada tiga perkembangan yang umumnya terganggu akibat autisme ini, yakni komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku.

Kualitas komunikasi anak dengan kebutuhan khusus cenderung tidak normal. Hal tersebut terlihat dengan:

* Perkembangan berbicara yang terlambat, bahkan tidak berkembang sama sekali.
* Tidak berkomunikasi melalui gerak badan atau mimik muka sebagai usaha menutupi kekurangan kemampuan berbicara.
* Tidak mampu memulai pembicaraan atau mempertahankan alur pembicaraan dua arah.
* Kerap menggunakan kata-kata yang tidak lazim atau mengulangi kata-kata yang sama.
* Biasanya memilih permainan yang kurang variatif karena tidak mampu untuk bermain secara imajinatif.

Anak dengan kebutuhan khusus juga memiliki gangguan dalam kualitas interaksi sosial. Mereka akan:

* Gagal untuk bertatap mata, tidak menunjukkan ekspresi di wajah maupun gerak tubuh.
* Gagal membina hubungan sosial dengan teman seumurannya.
* Tidak mampu berempati atau membaca emosi orang lain.
* Tidak memiliki spontanitas dalam mencari teman, berbagi kesenangan, atau melakukan sesuatu bersama-sama.

Perilaku, aktivitas, dan minat anak dengan kebutuhan khusus juga sangat terbatas, bahkan sering melakukan suatu aktivitas tertentu secara berulang-ulang. Biasanya anak dengan kebutuhan khusus akan:

* Melakukan suatu pola perilaku yang tidak normal, bahkan sampai berjam-jam, misalnya duduk di pojok sambil mempermainkan pasir dengan cara yang sama.
* Mempertahankan suatu rutinitas yang tidak boleh diubah. Misalnya, sebelum tidur, harus cuci kaki dulu, menyikat gigi, memakai piyama, menggosokkan kaki di keset, lalu naik ke tempat tidur. Bila urutan rutinitas itu diubah atau salah satu aktivitas tidak dilakukan, maka seorang anak dengan autisme akan merasa sangat terganggu, lalu menangis sambil berteriak meminta rutinitas tersebut diulang dari awal.
* Kerap mengulangi suatu gerakan yang aneh, misalnya mengepak-ngepakkan lengan, menggerak-gerakkan jari dengan cara tertentu, atau mengetok-ngetok sesuatu.

Selain gangguan pada komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku, seorang anak dengan kebutuhan khusus juga kerap menunjukkan emosi yang tidak wajar, misalnya mengamuk tanpa kendali, tertawa dan menangis tanpa sebab, serta memiliki rasa takut yang tidak beralasan. Anak dengan kebutuhan khusus juga menampilkan gejala gangguan sensoris, seperti mencium-cium atau menggigit suatu benda sebagai cara untuk mengenali benda tersebut. Ia juga tidak suka dan menunjukkan penolakan bila dipeluk atau dielus.

Sumber : http://www.hd.co.id/info-kesehatan/anak-dengan-kebutuhan-khusus

Layanan pendidikan anak kebutuhan khusus di bawah 20%

Jakarta - Pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus baik yang dilayani lewat pendidikan khusus maupun pendidikan layanan khusus masih minim, hanya sekitar 18 persen yang bisa dilayani.

"Baru sekitar 70.000 anak dari 346.000 anak berkebutuhan khusus di tanah air yang bisa mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah formal dan khusus," kata Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Depdiknas, Eko Djatmiko Sukarso,di Jakarta, Minggu (13/12).

Dijabarkannya, layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami ketunaan seperti tuna netra, tuna grahita maupun yang memiliki kebutuhan khusus lainnya cukup kompleks dan tersebar luas. "Hingga saat ini mereka belum bisa ditangani pemerintah secara maksimal," tandasnya.

Eko Djatmiko mengatakan, pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus bukan hanya meliputi penyandang cacat yang mengenyam pendidikan di sekolah luar biasa.

Pendidikan dengan cara yang khusus atau dinamakan pendidikan layanan khusus (PLK) juga dibutuhkan untuk melayani anak cerdas, berbakat istimewa, anak tenaga kerja indonesia (TKI) di daerah perbatasan dan luar negeri, anak jalanan, anak di dalam lembaga pemasyarakatan, anak korban bencana alam, anak penderita HIV/AIDS, anak pelacur, anak korban perdagangan orang, hingga suku terasing.

Untuk anak-anak cerdas atau berbakat istimewa yang diperkirakan jumlahnya sekitar 2,2 persen dari jumlah anak usia sekolah, baru sekitar 0,43 persen yang terlayani lewat pendidikan di kelas akselerasi dan sekitar satu juta lebih anak yang cerdas / berbakat istimewa yang potensial untuk mendukung kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Mereka juga termasuk anak-anak berbakat di bidang seni, budaya, dan bidang lainnya yang bisa mendukung kemajuan bangsa di masa depan belum menikmati pendidikan," katanya.

(new/ant)

Sumber : http://www.primaironline.com/berita/sosial/layanan-pendidikan-anak-kebutuhan-khusus-di-bawah-20

Pentingnya Pendidikan Seks Pada Anak Kebutuhan Khusus

Jakarta, Selama ini terapi yang diberikan pada anak-anak kebutuhan khusus seperti autis, sindrom Asperger dan lainnya sebatas terapi bicara dan okupasi agar si anak bisa berbicara, menulis, belajar dan bersosialisasi. Padahal pendidikan seks juga harus diajarkan pada anak kebutuhan khusus sejak dini.

"Pendidikan seks tidak selalu mengenai hubungan pasangan suami istri, tapi juga mencakup hal-hal lain seperti pemberian pemahaman tentang perkembangan fisik dan hormonal seorang anak serta memahami berbagai batasan sosial yang ada di masyarakat," ujar Dra Dini Oktaufik dari yayasan ISADD (Intervention Service for Autism and Developmental Delay) Indonesia dalam acara Tanya Jawab Seputar Autisme di Financial Hall Graha Niaga, Jakarta, Sabtu (3/4/2010).

Dini menambahkan hasrat seks merupakan suatu hal yang alamiah. Masa puber yang terjadi pada anak berkebutuhan khusus terkadang datang lebih awal dari anak normal, tapi bisa juga datang lebih lama atau mengalami keterlambatan. Dalam hal ini anak akan mengalami perubahan hormonal dan juga perubahan fisik berbeda pada anak laki-laki dan perempuan.

"Pendidikan seks jarang sekali disinggung bila berbicara mengenai autisme, mungkin karena dianggap masih tabu. Padahal pendidikan seks yang baik dapat membantu mempersiapkan si anak menjadi individu dewasa yang mandiri," ujar Gayatri Pamoedji, SE, MHc pendiri dari MPATI (Masyarakat Peduli Autis Indonesia).

Jika pendidikan seks tidak diberikan sejak dini, maka nantinya bisa menjadi masalah baik dari sisi eksternal atau internal si anak, seperti mungkin saja anak jadi memiliki kebiasaan memegang kemaluan sendiri, suka menyentuh bagian privat orang lain, tidak siap menghadapi menstruasi, masturbasi atau mimpi basah yang dapat mempengaruhi emosinya dan juga tidak dapat menjaga kebersihan daerah kemaluannya.

"Karena itu pendidikan seks menjadi sangat penting dan sebaiknya sudah dimulai sejak anak berusia 3 tahun. Tapi tentu saja si anak juga harus diberikan pelatihan mengenai kepatuhan, pengertian mengenai pemahaman perubahan fisik dan hormonal yang terjadi serta mencermati perilaku seks," ujar Dini yang menjadi praktisi terapi perilaku.

Dini menambahkan dalam memberikan pendidikan seks pada anak sebaiknya anak mengenali bagian tubuh dirinya sendiri dan jangan pernah mengeksplor tubuh orang lain. Selain itu, orangtua harus waspada dalam memberikan pemahaman mengenai perubahan fisik yang terjadi. Sedangkan dalam memberikan pemahaman mengenai perubahan hormonal bisa melalui cerita yang mudah dimengerti, karena hormon tidak dapat terlihat secara visual.

"Dalam hal ini orangtua harus dengan sabar mengajarkan anak apa saja yang boleh dan tidak boleh dilihat saat sedang berbicara, anak memahami mana yang termasuk sentukah OK dan mana yang tidak serta anak diajari mengenai social circle, yaitu anak diberitahu siapa saja yang boleh mendapatkan peluk dan cium," ungkapnya.

Orangtua harus memiliki kesadaran bahwa masalah seksual kini semakin eksis, sehingga orangtua jangan hanya terpaku pada mind setting masyarakat mengenai pendidkan formal saja.

Anak dengan kebutuhan khusus juga memerlukan pendidikan mengenai seks, karena tanpa disadari mereka juga akan mengalami hal yang sama dengan anak normal lainnya. Sedangkan pada anak kebutuhan khusus terkadang memiliki kadar emosional yang tidak stabil, sehingga harus diajarkan secara bertahap.

"Pendidikan seks harus dimulai sejak dini, karena jika tidak dilakukan sejak awal maka ada kemungkinan anak akan mendapatkan banyak masalah seperti memiliki kebiasaan suka memegang alat kemaluan sebelum tidur, suka memegang payudara orang lain atau masalah lainnya," tambah Dini.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan pendidikan mengenai seks pada anak kebutuhan khusus yaitu, orangtua lebih berperan dibandingkan dengan terapis, memberikan pendidikan berdasarkan tingkat pemahaman anak dan dengan kata-kata positif, membuat rekayasa suasana sebelum anak diekspos keluar, memiliki peraturan tersendiri, menggunakan kekuatan reward (hadiah) dan bukan kekuatan hukuman.

(ver/ver)

Sumber : http://health.detik.com/read/2010/04/03/162239/1331267/764/pentingnya-pendidikan-seks-pada-anak-kebutuhan-khusus

Berbagai Alternatif Terapi Anak Kebutuhan Khusus

Anak adalah amanah dari Sang Pencipta yang tak ternilai harganya dari materi apapun.

Pertumbuhan anak selalu menjadi perhatian setiap orang tua manapun. Terlebih bila ada orangtua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus (ABK). Adanya hambatan perkembangan dan belajar anak ABK ini tentu memerlukan perhatian ekstra dari orangtua. Terapi menjadi salah satu cara yang penting untuk mendukung kebutuhan perkembangan ABK, tentunya dengan keunikan pribadi yang jelas berbeda dari anak umumnya.
Terapi dapat dilakukan secara dua tahapan, antara lain dilakukan pada tahap intervensi perkembangan anak usia dini atau pra-sekolah lalu tahap kedua adalah terapi edukatif bagi anak usia sekolah. Dimulai dari usia 5 atau 6 tahun. Penerapan terapi bagi ABK dapat orangtua tinjau dari tiga aspek, antaralain aspek medis, aspek psikis dan aspek edukatif yang secara bersama atau tidak bersamaan diberikanatas dasar pemeriksaan intensif dan terpadu dari para terapis.
Terapi medis sendiri adalah terapi penunjang yang dilakukan bukan sebagai upaya penyembuhan. Terapi yang menggunakan obat-obatan sebagai penunjang peningkatan kemampuan ABK baik dalam psikoedukatif atau lainnya.Lalu apa itu terapi psikoedukatif ?, terapi ini merupakan terapi perkembangan dan belajar bagi ABK yang dapat menumbuh serta mengembangkan potensi anak secara maksimal, didalam keterbatasan anak.
Anda sebagai orangtua dapat mencoba beberapa alternative terapi berikut ini.

1. Terapi psikofarmaka, terapi jenis ini tentu menggunakan obat-obatan seperti neuroleptik, selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), antidepresan trisiklik yang dapat berfungsi memperbaiki perilaku gejala autistic sepertisikap menarik diri dan stereotip serta penurunan agresivitas, hiperaktivitas serta depresi.

2. Terapi biomedis oksigen hiperbarik (HBO), merupakan terapi yang dapat meningkatkan konsentrasi oksigen dalam tubuh ABK, pada terapi ini terjadi pembentukan pembuluh darah baru dan meningkatkan antioksidan. Terapi ini masih sangat mahal dan belum lazim dilakukan di negara kita.

3. Fisioterapi adalah jenis terapi yang dapat meningkatkan kemampuan motorik, baik untuk keseimbangan dan gerak motorik kasar maupun pengingkatan fungsi rasa raba dan keterampilan motorik halus, misalnya saja okupasi terapi, terapi sensori integrasi, snozelen terapi, orthosis terapi, hidroterapi, terapi tomatis, terapi lumba-lumba dan sebagainya.

4. Terapi wicara dilakukan bagi ABK untuk meningkatkan keterampilan bicara serta kemampuan berbahasa, yang termasuk dalam terapi ini antara lain terapi komunikasi, play-date dan sebagainya.

5. Terapi musik (bunyi dan nada) digunakan untuk meningkatkan relaksasi dan perhatian serta pengembangan kemampuan konsentrasi ( kemampuan luhur) anak berkebutuhan khusus.

6. Terapi warna ( gelombang dan cahaya) berguna untuk meningkatkan keseimbangan ( harmonisasi) fungsi fisik, mental dan emosional.

7. Terapi edukatif ata pengelolaan instruksional pembelajaran, bukan pendidikan merupakan terapi untuk menumbuh kembangkan keterampilan belajar atau akademik seperti membaca, menulis dan berhitung.

8. Psikoterapi merupakan sebuah cara untuk meningkatkan kemampuan psikis dasar dan perkembangan, misalnya saja floortime terapi, terapi bermain, terapi perilaku, pengelolaan control diri dan emosional, terapi keluarga.

9. Diet terapi lebih ditekankan pada pengaturan gizi atau nutrisi anak, bentuk terapi ini dilakukan pada anak berkebutuhan khusus untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan dan keseimbangan fungsi hormonal serta efektifitas penyerapan dan penyebaran nutrisi dalam tubuh.

10. Brain gym ( senam otak) untuk meningkatkan keseimbangan fungsi otak kanan dan otak kiri yang dapat dilakukan bagi tubuh maupun keterampilan luhur lainnya. ISMAYANTI

Sumber : http://ismadiary.blogspot.com/2009/06/berbagai-alternatif-terapi-anak.html

Anak-Anak yang Lemah Secara Fisik

Kelemahan fisik adalah kondisi di mana seorang anak memiliki keterbatasan kemampuan terutama secara fisik. Kelemahan ini biasanya dapat dilihat karena anak bergerak secara canggung atau karena anak membutuhkan peralatan khusus seperti kursi roda, alat penahan, atau anggota badan buatan yang harus digunakannya untuk dapat bergerak.

DEFINISI DAN PENYEBAB-PENYEBABNYA

Seseorang yang menyandang kelemahan fisik biasanya dikarenakan oleh kelemahan syaraf (misalnya, "cerebral palsy" atau epilepsi), kelemahan ortopedi (misalnya, tulang yang rapuh atau artritis), atau gangguan kesehatan lainnya (misalnya, penyakit jantung atau asma). Tingkat keterlibatannya mulai dari kelemahan yang ringan hingga sangat parah, sampai kelumpuhan yang memaksa seseorang untuk terus- menerus duduk (Joni and Friends, "All God`s Children", Woodland Hills, California: Joni and Friends, 1981). Anak-anak dengan kelemahan syaraf adalah anak-anak yang cacat karena sistem syaraf pusatnya berkembang dengan tidak sempurna atau terluka (Kirk, p. 351). Anak yang mengalami kelemahan ortopedi adalah mereka yang memiliki kelumpuhan yang mengganggu fungsi normal tulang, persendian, atau otot-otot. Anak-anak yang memiliki kelemahan seperti ini harus diperlakukan khusus oleh sekolah (Ibid., p. 367). Oleh sebab itu, pemodifikasian tata ruang kelas yang memungkinkan bagi kehadiran anak itu amatlah penting.

Kelemahan fisik bisa disebabkan oleh cacat lahir (misalnya, perkembangan yang tidak sempurna sebelum dilahirkan), penyakit (misalnya, "poliomyelitis" atau "muscular dystrophy"), atau kecelakaan (misalnya, jatuh, kecelakaan, atau trauma pada otak).

Sumber : http://www.sabda.org/c3i/anak_anak_yang_lemah_secara_fisik_0

Siapakah anak-anak dengan kebutuhan khusus ...?

mereka adalah anak-anak yang mengalami gangguan dalam tumbuh kembangya seperti:

- Autisme dan spektrumnya
- Down syndrom
- Kesulitan belajar ( learning differencial )
- kesulitan bicara ( Speech delay )
- Cerebral palsy
- ADHD/ADD ( hiperaktif )
- dll

Jenis Pelayanan

- Okupasi terapi
Terapi yang bertujuan untuk membantu mengoptimalkan kemampuan motorik halus ,kasar
dan bina diri anak sehingga dapat menjadi mandiri dalam kesehariannya

- Terapi wicara
Terapi untuk meningkatkan kemampuan dalam berkomunkasi baik secara expresif maupun reseptif sehingga anak dapat bersosialisasi dengan baik

- Terapi Edukasi / pedagog
Terapi yang diberikan untuk anak yang mengalami kesulitan di bidang akademik
disekolahnya

- Fisio terapi
Terapi untuk membantu anak yang mengalami gangguan fisik dengan mengunakan alat
bantu untuk melatih otot-otot anak

- Konsultasi Psikologi
- Test IQ.EQ,Minat dan Bakat
- Konsultasi dan penentuan diagnosa

- Terapi Kelompok
Terapi secara clasikal ( bersama-sama ) dengan teman-temannya agar anak dapat
bersosialisasi,berkomunikasi dan berinteraksi dengan temannya.

Sumber : http://tootiekidzcenter.blogspot.com/

Monday, 26 April 2010

Terapi Neurofeedback

Neurofeedback adalah ‘pelatih’ otak yang sangat efektif; bisa membaca kemampuan otak sekaligus menuntun anak agar bisa berprestasi sebaik-baiknya. Terapi ini meluruskan aktivitas otak yang error, baik yang melempem ataupun yang hiperaktif. Setiap kali otak berhasil meningkatkan kerjanya, ‘pelatih’ ini akan memberi umpan balik atau feedback, semacam bonus.

Si ‘pelatih’ yang satu ini tidak cerewet. Ia mengajar tanpa menghamburkan kata-kata atau gerakan, sehingga murid bisa mengikuti pelatihannya sambil duduk dengan anteng. Dia bahkan tidak bisa bicara, karena berwujud seperangkat mesin yang mengekspresikan diri melalui layar monitor komputer/laptop. Namanya EEG Neurofeedback.
Perangkat EEG (electro encephalogram) sudah cukup lama dipakai dalam dunia kedokteran. Biasanya seorang dokter ahli saraf menggunakan perangkat EEG untuk merekam aktivitas listrik sel-sel otak pasiennya. Dalam grafik rekaman frekuensi gelombang otak tersebut, bisa dibaca aktivitas otak pada saat itu. Misalnya gelombang beta (otak dalam kondisi aktif berpikir), alpha (otak dalam keadaan lebih rileks), tetha (otak sangat tenang dan penuh ide spontan), dan gelombang delta ketika otak masuk fase tidur pulas disertai mimpi. Bedanya dengan EEG yang sudah dikenal luas, EEG Neu-rofeedback ini sekaligus mampu menyaring gelombang otak yang error, misalnya hubungan sel saraf yang over connected, yang mencetuskan gejala obsessive compulsive behavior pada penderitanya (contohnya mencuci tangan berulang-ulang) atau justru ‘kurang nyambung’ sehingga perhatian para penderita menjadi tidak fokus.

Gelombang otak yang error akan tertangkap alat penguat (amplifier) dan diperlihatkan lewat layar monitor komputer dalam bentuk gambar disertai suara. Berdasarkan feedback tersebut otak akan dituntun dan dilatih untuk beraktivitas ke arah normal. Dengan demikian gejala yang dialami pasien akan semakin berkurang.

Singkatnya, perangkat ini merupakan strategi pembelajaran otak yang memungkinkan seseorang untuk mengubah gelombang otaknya. Selajutnya lewat alat ini, orang tersebut melakukan latihan otak (brain exercise) untuk memperbaikinya.

“Neurofeedback akan melatih otak untuk memantapkan aliran atau gelombang otak sehingga memungkinkan seseorang tampil secara optimal. Melalui proses latihan inilah synaptic connection (pengaliran gelombang listrik oleh sel-sel saraf) akan dikembalikan pada struktur normalnya. Jika ini bisa terlaksana maka kemampuan kognitif dan emosi seseorang menjadi lebih mantap. Performa pun menjadi lebih baik,” tutur Dr Joseph Guan dalam seminar memperkenalkan terapi EEG Neurofeedback yang diselenggarakan ICSCE bulan April lalu di Jakarta.
Terapi Neurofeedback dapat membantu bagi anak-anak dengan special needs.

sumber :
www.nirmalamagazine.com
http://dyahanggraini.ngeblogs.com/category/psikologi-anak-khusus/

Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK atara lain:
tuna netra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat

Dengan demikian orangtua memegang peran penting untuk menciptakan lingkungan yang konduktif guna merangsang segenap potensi anak agar dapat berkembang secara maksimal.
Anak dengan kebutuhan khusus jenisnya banyak, namun ada tiga jenis yang dapat digolongkan terbanyak dan terberat di Indonesia, misalnya Autisma Infantil, Asperger’s Disease dan Attention Deficit (Hyperactive)
Penyebab dari anak-anak berkelainan ini semakin hari semakin beragam dan factor penyulitnya juga semakin banyak ditemukan, misalnya : intoleransi terhadap protein dari susu sapi, kebocoran usus, keracunan logam berat, dll.

Faktor genetika masih tetap merupakan penyebab utama kelainan ini walaupun masih terus diperlukan penelitian yang lebih dlam untuk mendapatklan data yang akurat.
Oleh karena itu, penting agar orangtua waspada terhadap gejala-gejala berikut sebagai usaha mendeteksi secara dini:
• anak sudak berusia 30 bulan namun belum mampu berbicara atau berkomunikasi
• Anak sering menampilkan perilaku hiperaktif dan sikap tidak peduli yang tidak wajar, baik kepada orangtua maupun orang lain
• Anak terlihat tidak mampu bermain dengan teman sebayanya
• Anak menampilkan perilaku aneh yang berulang-ulang

Memahami Anak Berkebutuhan Khusus
Deteksi dini pada anak dengan kebutuhan khusus merupakan suatu hal yang teramat penting, sebab dari situ orangtua dapat melihat kenyataan yang ada berkaitan dengan keadaan anak, dan dapat segera melakukan intervensi atau penanganan yang benar.
Masa yang paling ideal untuk melakukan intervensi secara dini adalah pada saat anak berusia 2-3 tahun, karena pada saat itulah otak mereka mengalami perkembangan yang paling cepat. Namun harus dipahami bahwa bagaimanapun juga, anak-anak berkebutuhan khusus yang berusia lebih dari 5 tahun pun tetap perlu mendapatkan penanganan atau terapi perilaku. Orangtua tidak perlu kawatir atau bahkan samapi putus asa, yang penting disini adalah sikap optimis dari orangtua,. Selain itu tentu saja diperlukan peranan dan partisipasi dari orangtua.

sumber :
klubbunda.blogspot.com
http://dyahanggraini.ngeblogs.com/2010/04/20/anak-berkebutuhan-khusus/

Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah meraka yang memerlukan penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususannya. Anak berkebutuhan khusus saat ini menjadi istilah baru bagi masyarakat kota Malang pada umumnya. Padahal jika kita memahami lebih dalam lagi maksud dari istilah anak-anak berkebutuhan khusus, istilah ini tidaklah terlalu asing. Di Indonesia istilah yang terlebih dahulu populer untuk mengacu pada anak berkebutuhan khusus adalah berkaitan dengan istilah anak luar biasa. Pada profesi psikologi klinis/kedokteran istilah yang populer adalah anak-anak dengan handaya perkembangan.

Hingga saat ini anak-anak berkebutuhan khusus yang mendapat perhatian yang cukup luas di masyarakat adalah mereka yang tergolong kedalam Pervasive Developmental Disorder atau Autism Spectrum Disorder.

sumber :
sekolahdolan.org
http://dyahanggraini.ngeblogs.com/2010/04/20/anak-berkebutuhan-khusus-2/

Permasalahan-Permasalahan Anak-Anak Berkebutuhan Khusus

Proses Pengolahan Ilmu di otak Anak-Anak Berkebutuhan Khusus itu relatif kurang. Pada awal kehidupan Sel-Sel Otak mulanya sedikit, ketika usia 6 tahun, Sel-Sel Otak mulai bertahmbah, hingga akhirnya pada usia 14 tahun dapat berkembang lebih pesat. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus hanya tertuju pada 1 pusat perhatian (topik menarik) dalam proses otak.

Yang berinteligensi tinggi akan menghadapi kesulitan dalam pembelajaran normal, suka merasa bosan dan cenderung main-main sendiri. Sedangkan yang inteligensinya rendah akan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran dan kerap membutuhkan banyak pengulangan dalam membahas suatu pembelajaran.

Dalam perihal Interaksi Sosial Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kurang kontak mata, represif, sulit berinteraksi baik dengan teman-teman maupun para guru, tak bisa berempati, memahami maksud orang lain, interaksi, kesulitan menyampaikan keinginan, takut dan cenderung menghindari orang lain dan sulit memahami isyarat verbal-nonverbal.

Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap kali kurang tangkas dan keseimbangan dalam perihal Gerak Motorik Kasar (Gross), sedangkan dalam Gerak Motorik Halus (Fine) Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap kurang terampil dan terkordinir dalam melaksanakan salah satu tugas.

Dalam Gerakan Sensorik, Anak-Anak Berkebutuhan Khusus cenderung Hiporeaktif (cuek) dan Hiperaktif (enggan belajar), fokus hanya pada detail tertentu/sempit/tak menyeluruh, dan mempunyai perhatian yang obsesif. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus juga mempunyai minat terbatas, tak patuh, monoton, tantrum, mengganggu, agresif, impulsif, stimulasi diri, takut-cemas, kerap menangis.

Ketika belajar, Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap melakukan kesalahan sensory memory karena memori mereka hanya pendek sekali jaraknya, mudah lupa, fakta tersimpan tetapi tidak dalam 1 kerangka konteks yang terjadi. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus sebenarnya bisa memberi respon terhadap sesuatu dalam pembelajaran, tetapi mereka sulit menghadapi situasi baru.

Sulit meniru aksi orang lain, namun bisa meniru kata-kata tetapi tidak memahami.

Anak-Anak Berkebutuhan Khusus mempunyai keterbatasan kemampuan komunikasi, gangguan bahasa verbal-nonverbal, kesulitan menyampaikan keinginan, dan penggunaan bahasa repetitif (pengulangan).

Anak-Anak Berkebutuhan Khusus mempunyai kelemahan dalam sequencing seperti kesulitan dalam menguruskan aktivitas, bisa mengurutkan tetapi sulit mengembangkan sehingga kurang kreatif, jika urutan aktivitas dirubah Anak-Anak Berkebutuhan Khusus dapat mengalami stress.

Gangguan Executive Function juga terdapat pada Anak-Anak Berkebutuhan Khusus
seperti kesulitan mempertahankan atensi, mudah terdistraksi, tidak bisa menyelesaikan tugas, dan kurang kontrol diri serta sulit bergaul.

sumber :
lppariau.weebly.com
http://dyahanggraini.ngeblogs.com/2010/04/20/permasalahan-permasalahan-anak-anak-berkebutuhan-khusus/

Permasalahan-Permasalahan Anak-Anak Berkebutuhan Khusus

Proses Pengolahan Ilmu di otak Anak-Anak Berkebutuhan Khusus itu relatif kurang. Pada awal kehidupan Sel-Sel Otak mulanya sedikit, ketika usia 6 tahun, Sel-Sel Otak mulai bertahmbah, hingga akhirnya pada usia 14 tahun dapat berkembang lebih pesat. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus hanya tertuju pada 1 pusat perhatian (topik menarik) dalam proses otak.

Yang berinteligensi tinggi akan menghadapi kesulitan dalam pembelajaran normal, suka merasa bosan dan cenderung main-main sendiri. Sedangkan yang inteligensinya rendah akan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran dan kerap membutuhkan banyak pengulangan dalam membahas suatu pembelajaran.

Dalam perihal Interaksi Sosial Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kurang kontak mata, represif, sulit berinteraksi baik dengan teman-teman maupun para guru, tak bisa berempati, memahami maksud orang lain, interaksi, kesulitan menyampaikan keinginan, takut dan cenderung menghindari orang lain dan sulit memahami isyarat verbal-nonverbal.

Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap kali kurang tangkas dan keseimbangan dalam perihal Gerak Motorik Kasar (Gross), sedangkan dalam Gerak Motorik Halus (Fine) Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap kurang terampil dan terkordinir dalam melaksanakan salah satu tugas.

Dalam Gerakan Sensorik, Anak-Anak Berkebutuhan Khusus cenderung Hiporeaktif (cuek) dan Hiperaktif (enggan belajar), fokus hanya pada detail tertentu/sempit/tak menyeluruh, dan mempunyai perhatian yang obsesif. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus juga mempunyai minat terbatas, tak patuh, monoton, tantrum, mengganggu, agresif, impulsif, stimulasi diri, takut-cemas, kerap menangis.

Ketika belajar, Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap melakukan kesalahan sensory memory karena memori mereka hanya pendek sekali jaraknya, mudah lupa, fakta tersimpan tetapi tidak dalam 1 kerangka konteks yang terjadi. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus sebenarnya bisa memberi respon terhadap sesuatu dalam pembelajaran, tetapi mereka sulit menghadapi situasi baru.

Sulit meniru aksi orang lain, namun bisa meniru kata-kata tetapi tidak memahami.

Anak-Anak Berkebutuhan Khusus mempunyai keterbatasan kemampuan komunikasi, gangguan bahasa verbal-nonverbal, kesulitan menyampaikan keinginan, dan penggunaan bahasa repetitif (pengulangan).

Anak-Anak Berkebutuhan Khusus mempunyai kelemahan dalam sequencing seperti kesulitan dalam menguruskan aktivitas, bisa mengurutkan tetapi sulit mengembangkan sehingga kurang kreatif, jika urutan aktivitas dirubah Anak-Anak Berkebutuhan Khusus dapat mengalami stress.

Gangguan Executive Function juga terdapat pada Anak-Anak Berkebutuhan Khusus
seperti kesulitan mempertahankan atensi, mudah terdistraksi, tidak bisa menyelesaikan tugas, dan kurang kontrol diri serta sulit bergaul.

sumber :
lppariau.weebly.com
http://dyahanggraini.ngeblogs.com/category/psikologi-anak-khusus/

Pentingnya Pendidikan juga milik Anak Dengan Special Needs

Sistem pendidikan saat ini belum bisa mengakomodasi anak berbakat khusus atau gifted. Sekolah cenderung menyeragamkan kemampuan anak tanpa melihat potensinya. Padahal, tanpa penanganan yang tepat, potensi besar anak berbakat khusus akan terbengkalai dan kerap menimbulkan masalah.Anggota DPD GKR Hemas mengatakan anak berbakat khusus mempunyai kemampuan dan cara berpikir yang berbeda dari anak pada umumnya. Mereka juga mempunyai kebutuhan besar untuk berpikir dan berekspresi secara bebas.Sekolah yang ada saat ini cenderung tidak melihat keunikan tersebut. Sistem pendidikan juga belum bisa memenuhi kebutuhan anak berbakat khusus untuk berpikir secara bebas. Kelas akselerasi yang semula dimaksudkan untuk mewadahi anak berbakat khusus pun, pada kenyataannya hanya berisi pemadatan materi pelajaran.BerbedaOleh karena itu, tutur Hemas, diperlukan sebuah sekolah khusus untuk mengakomodasi mereka. “Pola pengasuhan dan pendidikan anak berbakat khusus tidak bisa disamakan. Tanpa kebebasan penuh untuk berpikir, mereka akan sulit menggali potensinya,”katanya dalam seminar regional “Merumuskan Media Belajar Bersama untuk Anak Berbakat Khusus (Gifted)” yang diselenggarakan Yayasan Anak Bangsa Mandiri di Aula Dinas Pendidikan Provinsi DI Yogyakarta, Jumat (9/1). Anak berbakat khusus biasanya berintelegensia jauh di atas rata- rata. Beberapa di antara tokoh dunia yang termasuk dalam kategori tersebut, antara lain Albert Einstein dan Thomas Alva Eddison. Akibat cara berpikir yang berbeda tersebut, anak berbakat khusus kerap tampak berulah di sekolahnya. Selain itu, mereka juga kerap dianggap bodoh karena tidak memperlihatkan nilai akademis yang baik. “Pada banyak kasus, anak berbakat khusus ini paling kerap membolos dan melakukan tingkah yang dianggap sebagai kenakalan oleh gurunya,” ujarnya.Kepala Dinas Pendidikan DIY Suwarsih Madya mengatakan, anak berbakat khusus mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan keunikannya. Hal ini mengingat hakikat pendidikan adalah mengembangkan potensi sesuai dengan bakatnya. Selama ini, pendidikan justru cenderung mengubah anak sesuai dengan citra yang diinginkan masyarakat, yaitu mempunyai nilai akademis tinggi, penurut, dan pendiam. “Hal ini jelas sulit diterapkan pada anak berbakat khusus karena akan mengubur bakatnya,” ucapnya.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Pendidikan tidak hanya milik orang-orang tertentu. Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara seperti yang telah dicantumkan pada Undang-Undang. Demikian halnya bagi anak denga special needs, mereka juga perlu diberikan perhatian khusus dalam hal pendidikan.

sumber :
adindachaniagotnnr07.blogspot.com
http://dyahanggraini.ngeblogs.com/2010/04/20/pentingnya-pendidikan-juga-milik-anak-dengan-special-needs/

Perlu identifikasi sejak dini untuk mengetahui permasalahan dan merumuskan penanganan yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus.

Anak dengan kebutuhan khusus atau special needs adalah anak yang mengalami keterbatasan atau ketidakmampuan secara fisik, psikis, atau sosial seperti autisme, down syndrome, learning disability dan sebagainya. Sehingga interaksi anak dengan lingkungan terbatas atau bahkan tidak mampu. Masing-masing anak mempunyai ciri-ciri mental,fisik, sosial, dan komunikasi yang berbeda dengan rata-rata anak yang lain. Hal penting yang perlu dilakukan oran tua adalah melakukan identifikasi sejak dini agar dapat dilakukan penanganan yang tepat sejak anak usia dini.

Menurut Drs. Tuharto, Kepala Sekolah Dasar Terpadu Spectrum, sangatlah penting bagi orang tua untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi anak. “Orang tua jangan sampai terlambat mengidentifikasi permasalahan anak, sehingga tidak tejadi kesalahan dalam proses penanganan,” jelas Tuharto. Proses identifikasi bisa dilakukan dengan bantuan psikolog dan dokter. Bagi Anda, orang tua yang mempunyai anak dengan kebutuhan khusus tidak perlu berkecil hati karena sekarang ini, sudah banyak tersedia terapi-terapi dan sekolah untuk anak dengan kebutuhan khusus (special needs school) sehingga anak dengan kebutuhan khusus ini bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

Fanny Erla Zuhana, Psikolog yang juga Manager Bougenville Therapy dan Child Development Center, menjelaskan bahwa anak dengan kebutuhan khusus ini memerlukan penanganan yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan permasalahan yang dihadapi anak. “Dalam pendidikan pun, kurikulum yang disusun harus disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak,” ungkap Erla. Kurikulum pendidikan di sekolah khusus merupakan gabungan antara kurikulim dari Dinas Pendidikan yang digabung dengan kurikulum pendidikan khusus. “Untuk akademiknya, kami menggunakan kurikulum dari Diknas,” ujar Rika Andadari, Kepala Sekolah Special Needs School Bougenville. Kurikulum yang diterapkan lebih diarahkan ke pengembangkan potensi-potensi yang dimiliki anak dan kemampuan yang dibutuhkan anak seperti kemampuan bersosialisasi dan berkomunikasi serta kemandirian anak.

Hal senada juga diakui oleh Tuharto. Menurutnya, kurikulum sekolah khusus yang di terapkan di Spectrum mengkombinasikan kurikulum Diknas dan kurikulum khusus. “Masing-masing anak mempunyai lembar kerja atau kegiatan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya sendiri,”. Tapi diharapkan semua anak dapat mencapai apa yang disebut kurikulum reguler atau Class Education Program (CEP). “Metode pendidikan didasari oleh kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki setiap anak, sehingga perlu rencana program yang berbeda bagi setiap anak,” tambah Tuharto. Metode yang paling sering digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan dan pemahaman terhadap anak.

Pada umumnya sebelum masuk ke sekolah khusus, anak akan menjalani assessment terlebih dahulu. Tujuannya,untuk mempersiapkan anak dengan kebutuhan khusus untuk masuk sekolah baik dari sisi kemandirian, emosi maupun akademis. Dan diharapkan anak akan lebih mandiri dan mudah untuk menerima pelajaran di kelas serta kemampuan sosialisasinya akan meningkat. Anak dengan kebutuhan khusus biasanya mempunyai kelebihan di bidang tertentu misalnya melukis,menari,memasak,bermain gamelan/musik dan lain-lain. Di sekolah khusus, kemampuan seperti ini akan lebih digali, diarahkan dan dikembangkan. Tersedianya kegiatan ekstrakurikuler diharapkan akan dapat mengakomodasi kebutuhan dan bakat yang dimiliki anak.

Sumber : http://www.kematian.biz/article/education/pendidikan-untuk-anak-dengan-kebutuhan-khusus.html

Anak LD?

MEREKA adalah anak atau individu yang memiliki cara atau gaya belajar yang berbeda (learning differences). Pada awalnya dipakai istilah learning disability atau ketidak-mampuan belajar. Sebuah istilah yang dinilai semena-mena dan member! konotasi negatif, seolah-olah mereka adalah anak-anak yang tidak memiliki masa depan dan tidak mampu belajar dengan baik.

Dalam perkembangannya, penggunaan istilah learning disability menjadi tidak populer dan tidak pernah digunakan lagi. Kini lebih sering digunakan istilah yang lebih manusiawi, learning differences, yang dalam bahasa Indonesia diartikan"Perbedaan cara belajar". Istilah lain yang sering digunakan adalah anak dengan kebutuhan khusus (children with special needs).

Anak LD adalah anak yang memiliki disfungsi minimum otak (DMO), sehingga menyebabkan tercampuraduknya sinyal-sinyal di antara indera dan otaknya, termasuk di dalamnya mereka yang memiliki gangguan konsentrasi dan hiperaktivitas (ADD dan ADHD). Jelasnya, anak LD adalah individu yang memiliki kecerdasan normal bahkan di atas normal, namun memiliki masalah dalam pemrosesan di otaknya ketika menerima stimulasi melalui indera. Karena masalah yang dialaminya, sering ditemukan perbedaan yang nyata antara hasil tes IQ dengan prestasi akademiknya di sekolah.
Anak LD biasanya tampil kurang dewasa dibanding anak lain yang seusia. LD cenderung mempengaruhi koordinasi fisik dan perkembangan emosional mereka. Kebanyakan anak LD juga sulit mengenali hal-hal yang memungkinkan manusia mampu berfungsi dengan tepat dalam situasi sosial, akibatnya anak LD terlihat seperti mempunyai kebiasaan sosial yang berbeda sehingga sulit diterima oleh anggota masyarakat di sekitarnya.
Mereka memang memiliki masalah di dalam dirinya yang kadang-kadang mem-buat masyarakat di lingkungannya merasa terganggu. Akibatnya, kehadirannya ditolak, bahkan tidak jarang memperoleh stigma negatif, misalnya bodoh, nakal, jahat, troublemaker, dan lain-lain.

Untuk memahami mereka, barangkali kita bisa menganalogikan dengan seseorang yang sedang belajar bahasa asing. Sebelum faham benar, sudah dipaksa untuk menerjemahkan. Anak LD selalu"menerjemahkan" sesuatu ke dalam "bahasa" yang bisa diterima dan dimengerti oleh otaknya.

Sumber : http://yayasanpantara.org/y_pengertian.html

Pendididkan Efektif Anak Special Needs

Sama seperti layaknya anak-anak ‘normal’ lainnya, anak-anak dengan “special needs” juga berhak untuk memperoleh pendidikan. Walaupun mereka memiliki hambatan-hambatan maupun kekurangan-kekurangan, hal ini sebaiknya bukan menjadi alasan untuk tidak memperhatikan kebutuhan belajar mereka.
Sebagian anak dengan gaya belajar, bakat, karakteristik yang unik memerlukan pembelajaran dengan pendekatan individual. Hal ini berlaku pula untuk para anak yang memiliki hambatan dan masalah khusus dalam belajar, termasuk anak-anak yang berkebutuhan khusus.

Berkenaan dengan hal tersebut pemerintah telah menawarkan alternatif solusi berupa pembelajaran individual yang dapat dilakukan di rumah (homeschooling) sesuai dengan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional no.20 tahun 2003.
Dengan metode homeschooling orangtua berperan sebagai guru dan teman belajar bagi putra-putrinya. Hal ini memungkinkan terciptanya hubungan emosi yang kuat dan kasih sayang selama pembelajaran. Suasana seperti ini merupakan suasana yang amat penting diterapkan dalam mendidik anak-anak berkebutuhan khusus. Suasana tersebut menciptakan perasaan yang sangat nyaman bagi mereka sehingga dapat mempermudah proses pembelajaran.
Para ahli mengatakan bahwa pada rentang usia 0-5 tahun, seorang anak sangat membutuhkan hubungan emosi yang erat dengan keluarga. Dari sinilah kemudian ia membentuk kemampuan-kemampuan sosialnya. Ia belajar mengenai konsep mana yang baik dan buruk. Disebutkan pula bahwa keterlibatan orangtua dalam proses belajar membawa dampak positif terhadap kesuksesan anak sejak ia masih kecil sampai dewasa. Fakta inilah yang kemudian menjelaskan mengapa dalam kasus ABK, pelaksanaan pendidikan di rumah merupakan salah satu pilihan terbaik. Apalagi metode ini juga amat selaras dengan terapi perilaku yang sebaiknya juga dilakukan di rumah.

Metode homeschooling merupakan salah satu metode alternatif untuk mengatasi keterbatasan, kelemahan, dan hambatan emosional yang dimiliki anak-anak berkebutuhan khusus sehingga memungkinkan untuk mencapai hasil belajar yang optimal sesuai potensi yang dimiliki. Metode ini bila dilaksanakan dengan benar dapat memberikan kehangatan dan proteksi dalam pembelajaran terutama bagi anak. Agar metode ini dapat dilaksanakan dengan baik dan anak dapat merasa nyaman dalam belajar, maka beberapa prasyarat yang perlu diperhatikan adalah:
- Kemauan dan tekad yang bulat
- Disiplin belajar-pembelajaran yang dipegang teguh
- Ketersediaan waktu yang cukup
- Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran
- Kemampuan orangtua mengelola kegiatan
- Ketersediaan sumber belajar
- Dipenuhinya standar yang ditentukan
- Diselenggarakannya program sosialisasi agar anak-anak tidak terasing dari lingkungan masyarakat dan teman sebaya
- Dijalinnya kerjasama dengan lembaga pendidikan formal dan nonformal setempat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan multimakna
- Terjalin komunikasi yang baik antar para orangtua
- Tersedianya perangkat penilaian belajar yang inovatif

sumber :
pantinugroho.blogspot.com
http://dyahanggraini.ngeblogs.com/2010/04/20/pendididkan-efektif-anak-special-needs/

ANAK "SPECIAL NEEDS"

Anak special need" atau anak dengan kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. perilaku anak-anak ini, yang antara lain terdiri dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti pada anak yang normal. padahal kedua jenis perilaku ini penting untuk komunikasi dan sosialisasi. sehingga apabila hambatan ini tidak diatasi dengan cepat dan tepat, maka proses belajar anak-anak tersebut juga akan terhambat. intelegensi, emosi dan perilaku sosialnya tidak dapat berkembang dengan baik. oleh karena itu sangat penting untuk melakukan deteksi sedini mungkin bagi anak-anak ini.

Saat ini prevalensi anak dengan kelainan hambatan perkembangan perilaku telah mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan. di Penysylvania, Amerika Serikat, jumlah anak-anak autisma saja dalam lima tahun terakhir meningkat sebesar 500%, menjadi 40 dari 10.000 kelahiran. belum terhitung anak-anak dengan perilaku lainnya. sejauh ini di indonesia belum pernah dilakukan penelitian untuk hal ini. akan tetapi kita tahu bahwa faktor-faktor penyebab dari hambatan perkembangan perilaku anak lebih tinggi di indonesia dibandingkan dengan amerika serikat, maka dapat diperkirakan bahwa jumlah anak dengan kelainan ini, pasti jauh lebih banyak daripada di amerika serikat. jenis kelainan pada anak-anak dengan kebutuhan khusus ini dapat berupa Autisma Infantil (yang merupakan kelainan terberat), Asperger" Disease, Attention Deficit (Hyperactive) disorder atau AD (H)D, Speech Delay, Dyslexia, Dyspraxia, dsb.

Sumber : http://astiw.blogspot.com/2010/04/anak-special-needs.html