Wednesday 31 March 2010

Untuknya

Apa yang ingin kutulis untuknya?
rindu yang memuncak walau terus berjumpa
bila sempat hati tersenyum
alangkah senang terus menyanjung

Bilakah aku berani berkata
" aku suka "
walau diri senantiasa
sejajar atau berlawanan arah
tetap saja
aku hanya bisa diterpa

Jika ada ruang dalam relungmu
aku ingin berteduh
untuk mengadu dan berlabuh...

Mengajar Anak Dengan Down Syndrome Sign Language

Anda mungkin tidak percaya, tetapi anak-anak dengan Sindrom Down biasanya sangat baik komunikator. Mereka belajar untuk berkomunikasi dengan cara ekspresi, perilaku, dan mime. Hal ini karena bahasa lisan sering berkembang perlahan-lahan pada anak-anak dengan sindrom Down, dan mereka akhirnya menggunakan bahasa isyarat sebagai alat untuk berkomunikasi.

Jika bahasa isyarat diperkenalkan pada waktu kelahiran, bayi dengan sindrom Down belajar untuk berkomunikasi. Hal ini membantu membangun ikatan yang lebih baik antara orangtua dan bayi. Bahasa isyarat juga membantu bayi dengan sindrom Down untuk mengembangkan kontak mata dan memperhatikan gerakan.
Menggunakan bahasa isyarat dengan anak-anak dengan sindrom Down, membantu anak-anak untuk menghubungkan arti kata yang diucapkan, dan juga membantu mereka untuk menjadi lebih responsif dan perhatian terhadap sekitar mereka yang membantu mereka untuk mempelajari bahasa. Namun, banyak orangtua anak-anak dengan sindrom Down ketakutan bahwa pengajaran bahasa isyarat untuk anak-anak dengan sindrom Down dapat membuat mereka pergi dengan menggunakan kata-kata yang diucapkan. Namun, penelitian telah membuktikan sebaliknya. Anak-anak dengan sindrom Down, yang belajar bahasa isyarat, benar-benar menjadi kurang bergantung pada gerak-gerik dan tanda-tanda seperti mereka belajar untuk berbicara.

Jika Anda ingin mengajarkan bahasa isyarat kepada anak Anda dengan sindrom Down, lebih baik untuk memulai dengan cara yang sederhana. Penting untuk menandatangani hanya beberapa kata-kata penting dan tanda-tanda harus diulangi sesering mungkin sehingga anak dapat melekatkan makna pada tanda. Anda harus memastikan bahwa anak memandangi anda ketika anda mendaftar sehingga ia tidak kehilangan apa yang Anda lakukan dengan tangan Anda. Penting untuk berbicara selama Anda menggunakan Bahasa Isyarat tapi pastikan Anda menjaga bahasa yang diucapkan sesederhana mungkin. Anda juga harus menggunakan ekspresi wajah yang tepat untuk pergi dengan tanda sehingga anak dapat melampirkan lebih banyak makna untuk apa yang Anda katakan.

Jangan berkecil hati jika anak Anda tidak merespon segera. Jika perlu, secara fisik mengajarkan anak bagaimana cara menggunakan tanda-tanda dan terus mendorongnya untuk menyalin gerakan. Pengajaran bahasa isyarat untuk anak-anak dengan sindrom Down memang membutuhkan banyak kesabaran dan ketekunan, tetapi hasil dari semua kerja keras ini akan sangat berguna ketika anak Anda mulai berkomunikasi secara efektif dengan Anda.

Sumber : http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-prevention/down-syndrome/teaching-children-with-down-syndrome-sign-language.html

USG Dari Bayi Down Syndrome

USG untuk ibu hamil membantu untuk mengidentifikasi masalah dengan pola pertumbuhan janin dan masalah yang lebih parah seperti sindrom Down di awal kehamilan.
Ada cara lain untuk mendiagnosa sindrom Down dan ini termasuk pengambilan jaringan janin dan pengujian amniosentesis atau chrionic villus sampling. Tes ini biasanya hanya memesan jika dokter memiliki alasan untuk percaya bahwa bayi mungkin memiliki sindrom Down.

Cairan ketuban yang diambil dari perut ibunya dengan menusuk rahim dan kemudian dikirim untuk pemeriksaan lebih lanjut. Tes penyaringan untuk kondisi ini hanya melibatkan USG yang dapat mengungkapkan penyebab awal sindrom Down pada bayi. Melalui USG jika pola pertumbuhan yang tidak normal yang ditemukan seperti bayi yang kecil untuk usia atau memiliki bagian-bagian tubuh yang belum berkembang yang juga disertai dengan denyut jantung yang rendah, maka pemeriksaan lebih lanjut diperintahkan untuk mengidentifikasi kemungkinan Down Syndrome pada janin.

Sebuah tes skrining serum ibu adalah tes diagnostik yang kemudian menyatakan dan menegaskan adanya sindrom Down pada janin. Aktor yang paling penting dipertimbangkan saat skrining janin usia janin. Hanya USG dapat mengungkapkan usia yang benar janin dan itulah mengapa ia memiliki banyak penting dalam tes skrining untuk sindrom Down.
Namun, sampai bayi lahir dan tumbuh konfirmasi sindrom Down masih belum jelas. Juga melalui penelitian ditemukan bahwa bayi dengan sindrom Down memiliki tingkat rendah dan cairan ketuban AFP, juga dikenal alfa Feto protein. Ini dapat ditemukan melalui pemeriksaan serum.

Sumber :
http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-prevention/down-syndrome/Ultrasound-Of-Down-Syndrome-Babies.html

Cures For Down Syndrome

Sindrom Down di singkat ini disebabkan karena kromosom tambahan sebelum bayi lahir. Karena merupakan kelainan genetik tidak ada definitif obat untuk kondisi ini dalam kenyataan.

Ada perawatan yang tersedia yang mengontrol kondisi sindrom Down. Seorang anak dengan sindrom Down harus pergi meskipun beberapa standar set prosedur tes dan perawatan secara teratur agar gejala terkendali.
Anak harus melalui serangkaian kunjungan rutin dan tes skrining; yang harus memakai obat secara teratur; mungkin membutuhkan pembedahan, dan juga diberikan banyak bimbingan dan dukungan.

Ada alasan mengapa orang-orang ini harus melalui pemeriksaan kesehatan rutin karena pengidap sindrom Down memiliki resiko dari beberapa kondisi lain yang dapat mengancam nyawa. Kondisi seperti ini termasuk penyakit jantung bawaan, permasalahan yang terkait dengan sistem kekebalan tubuh, leukimia, penuaan dini, penyakit Alzheimer yang menetapkan di awal, kejang, tulang berkembang antara lain. Kanan dari janin usia pertumbuhan bayi dengan sindrom Down adalah di bawah ekspektasi medis. Mengalahkan hati mereka menilai juga diamati abnormal kanan dari janin usia.
Orang-orang ini harus diamati dengan cermat untuk setiap perubahan dalam pola kesehatan mereka dan kemungkinan pengembangan masalah baru. Kondisi berikutnya harus segera diobati karena dapat mempengaruhi kehidupan mereka sebaliknya. Biasa dilihat membantu mereka untuk menjadi sesuai jadwal dengan kesehatan mereka dan konseling membantu mereka untuk mengatasi masalah mereka.

Sumber : http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-prevention/down-syndrome/Cures-For-Down-Syndrome.html

Down Syndrome Dan Karies

Satu dari setiap 1.000 kelahiran menghasilkan kromosom tambahan yang menyebabkan sindrom Down. Diperkirakan bahwa ada 250.000 orang di AS dengan sindrom Down tetapi mereka telah menjadi bagian dari masyarakat arus utama dalam beberapa tahun terakhir. Dengan sekolah inklusif, komunitas dan pengaturan kerja, orang-orang dengan sindrom Down telah mencapai tingkat yang lebih besar berfungsi.

Dengan semua permintaan ini datang untuk perawatan gigi bagi orang yang menderita dari sindrom Down. Bahkan, penerimaan untuk sindrom Down telah menjadi hal yang umum bahwa perawatan gigi untuk pengidap sindrom Down dapat terjadi dalam klinik gigi umum hanya dengan beberapa adaptasi kecil.

Telah dilaporkan bahwa karies pada orang dengan sindrom Down selalu relatif rendah. Sebelumnya orang menganggap bahwa karies gigi pada orang dengan sindrom Down sangat jarang. Namun, penelitian terbaru telah membuktikan bahwa insiden karies gigi pada orang dengan sindrom Down sangat rendah dan tidak langka. Hal ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa letusan gigi pada anak-anak dengan sindrom Down tertunda dan ini mengurangi kemungkinan karies. Seiring dengan hal ini, anak-anak pengidap sindrom Down liur lebih tinggi tingkat pH dan bikarbonat, mereka memiliki lebih banyak ruang antara gigi, celah-celah dangkal gigi, dan kurang paparan cariogenic makanan yang semua berkontribusi untuk menurunkan prevalensi karies gigi sebagai risiko karies gigi sangat mengurangi.

Dengan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi medis anak-anak dengan sindrom
Down sedang dididik tentang kesehatan gigi yang tepat, dan di samping itu, mereka juga menerima manfaat fluorida topikal dan sistematis yang lebih jauh mengurangi risiko karies.

Sumber : http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-prevention/down-syndrome/down-syndrome-and-caries.html

Prenatal Gejala Dari Sindrom Down

Di Amerika Serikat insiden sindrom Down kira-kira 1 dalam 1.000 kelahiran. Dan telah terbukti bahwa tidak ada korelasi antara sindrom Down dan setiap budaya, kelompok etnis atau lokasi geografis.

Kemungkinan memiliki anak dengan sindrom Down tergantung pada usia ibu. Kemungkinan memiliki anak dengan sindrom Down sekitar 1 dalam 350 pada usia 35. Jika sang ibu di bawah 25, kemungkinan lebih dalam kebaikan dan mereka adalah 1 dalam 1.400. Namun Jika kamu memutuskan untuk memiliki seorang bayi di 40, secara dramatis meningkatkan peluang dan 1 dalam 100.

Ada tes skrining pralahir tersedia saat ini yang mengidentifikasi wanita yang pada peningkatan risiko memiliki bayi dengan sindrom Down. Tes ini relatif aman dan tidak menimbulkan ancaman apa pun keguguran tetapi mereka dapat mengatakan dengan pasti di mana janin sindrom Down. Di sisi lain, ada pralahir tes diagnostik yang akurat dan mengidentifikasi kelainan pada janin. Namun, tes diagnostik dapat menimbulkan risiko kecil keguguran.

Prenatal Screening Tes
AFP Expanded Screening - Apakah tes darah sederhana yang digelar antara 15 dan 20 minggu pertama kehamilan. Hasil tes darah dikombinasikan dengan wanita usia untuk memperkirakan risiko-nya membawa janin dengan Down syndrome. Tes skrining ini tidak mendiagnosa cacat lahir

Berhubung dgn tengkuk tembus Pemutaran - Ini adalah skrining non-invasif yang dilakukan di awal kehamilan. Pemutaran dilakukan antara 11 dan 14 minggu kehamilan dan hal itu dilakukan melalui pemeriksaan USG resolusi tinggi dari daerah yg berhubung dgn kuduk, yang lipatan kulit di bagian belakang leher janin. Hasilnya dikombinasikan dengan usia ibu untuk menentukan risiko-nya memiliki bayi dengan sindrom Down.

Tes Diagnostik Prenatal
Ada tiga utama tes diagnostik dilakukan untuk menentukan kelainan pada janin dan ini termasuk bayi mengalami sindrom Down. Ini adalah amniocentesis, chorionic villus dan USG.

Amniosentesis - Apakah yang paling umum dilakukan tes diagnostik untuk menentukan
masalah seperti sindrom Down. Tes ini dilakukan antara 15 dan 20 minggu pertama kehamilan. Sebuah jarum dimasukkan ke dalam perut dan sejumlah kecil cairan ketuban dihapus. Sel-sel dari cairan yang dianalisis dan dibutuhkan 2 minggu untuk mendapatkan hasilnya. Ada kemungkinan kecil keguguran tapi risiko sangat rendah.
Chorionic Villus - tes diagnostik ini melibatkan mengeluarkan sepotong jaringan dari plasenta baik dengan jarum melalui perut atau kateter melalui leher rahim. Tes ini dapat dilakukan lebih awal dari amniosentesis dan dilakukan pada 10 hingga 12 minggu kehamilan.

USG - Tes ini digunakan untuk mengetahui tanggal jatuh tempo, ukuran janin dan kehamilan multipel. Namun, Anda dapat menemukan cacat lahir pada janin dengan USG.

Sumber : http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-prevention/down-syndrome/Prenatal-Symptoms-of-down-Syndrome.html

What Causes Down Syndrome?

Down Syndrome adalah kondisi genetik yang menyebabkan masalah-masalah pembangunan, baik fisik dan mental, di anak. Seorang bayi lahir dengan sindrom Down biasanya lahir dengan profil wajah datar, telinga kecil, diperbesar lidah, miring ke atas mata dan satu lipatan di tengah-tengah telapak tangan. Bayi dengan sindrom Down longgar sendi dan otot rendah. Bila dibandingkan dengan bayi normal, pertumbuhan dan perkembangan mereka cukup lambat.

Sindrom Down pertama kali dijelaskan pada tahun 1887 oleh seorang dokter Inggris bernama John Langdon Down. Namun, penyebab sebenarnya hanya sindrom Down diidentifikasi pada tahun 1959.
Bayi mewarisi gen dari orang tua mereka dengan cara kromosom. Ketika seorang bayi dikandung, ia mendapatkan 2 set dari 23 kromosom, satu set dari setiap orang tua, untuk mendapatkan sebanyak 46 kromosom. Seorang bayi sindrom Down akhirnya mendapatkan kromosom tambahan mengambil total kromosom menjadi 47 bukan normal 46. Selama pembelahan sel, sepotong mendapat kromosom 21 melekat pada kromosom lain, biasanya kromosom 14.

Biasanya ibu adalah pembawa sindrom Down dan penelitian telah menunjukkan bahwa seorang ibu usia merupakan salah satu penyebab utama sindrom Down. Kemudian seorang wanita mempunyai bayi, semakin banyak kemungkinan bayi yang lahir dengan sindrom Down. Jika seorang wanita dibawah 30 memiliki bayi, kemungkinan sindrom Down adalah 1 dalam 1.000. Namun, bila seorang wanita mempunyai bayi antara 30 dan 35, kemungkinan sindrom Down adalah 1 dalam 400 dan angka itu melompat secara dramatis ke 1 dalam 60 apakah seorang wanita mempunyai bayi antara usia 35 dan 42.
Ilmu pengetahuan masih belum bisa mengetahui mengapa sindrom Down terjadi selama pembelahan sel dan pada saat ini, tidak ada cara untuk mencegah sindrom Down.

Sumber : http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-prevention/down-syndrome/What-Causes-Down-Syndrome.html

Penanganan

1. Penanganan Secara Medis
a. Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b. Penyakit jantung bawaan
c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.
d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
e. Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.

2. Pendidikan
a. Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.
b. Taman Bermain
Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.
c. Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.

3. Penyuluhan Pada Orang Tua

Sumber : http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/21/down-syndrome/

Prognosis

44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.

Anak syndrom down akan mengalami beberapa hal berikut :
1. Gangguan tiroid
2. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
3. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea
4. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan danperubahan kepribadian)

Pencegahan
1. Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang dikenal juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.

Sumber : http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/21/down-syndrome/

Gejala Klinis

Berat badan waktu lahir dari bayi dengan syndrom down umumnya kurang dari normal.
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
1. Sutura Sagitalis Yang Terpisah
2. Fisura Palpebralis Yang Miring
3. Jarak Yang Lebar Antara Kaki
4. Fontarela Palsu
5. “Plantar Crease” Jari Kaki I Dan II
6. Hyperfleksibilitas
7. Peningkatan Jaringan Sekitar Leher
8. Bentuk Palatum Yang Abnormal
9. Hidung Hipoplastik
10. Kelemahan Otot Dan Hipotonia
11. Bercak Brushfield Pada Mata
12. Mulut Terbuka Dan Lidah Terjulur
13. Lekukan Epikantus (Lekukan Kulit Yang Berbentuk Bundar) Pada Sudut Mata Sebelah Dalam
14. Single Palmar Crease Pada Tangan Kiri Dan Kanan
15. Jarak Pupil Yang Lebar
16. Oksiput Yang Datar
17. Tangan Dan Kaki Yang Pendek Serta Lebar
18. Bentuk / Struktur Telinga Yang Abnormal
19. Kelainan Mata, Tangan, Kaki, Mulut, Sindaktili
20. Mata Sipit
Gejala-Gejala Lain :
1. Anak-anak yang menderita kelainan ini umumnya lebih pendek dari anak yang umurnya sebaya.
2. Kepandaiannya lebih rendah dari normal.
3. Lebar tengkorak kepala pendek, mata sipit dan turun, dagu kecil yang mana lidah kelihatan menonjol keluar dan tangan lebar dengan jari-jari pendek.
4. Pada beberapa orang, mempunyai kelaianan jantung bawaan.
Juga sering ditemukan kelainan saluran pencernaan seperti atresia esofagus (penyumbatan kerongkongan) dan atresia duodenum, jugaa memiliki resiko tinggi menderita leukimia limfositik akut. Dengan gejala seperti itu anak dapat mengalami komplikasi retardasi mental, kerusakan hati, bawaan, kelemahan neurosensori, infeksi saluran nafas berulang, kelainan GI.
Komplikasi
1. Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
2. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).
Penyebab
1. Pada kebanyakan kasus karena kelebihan kromosom (47 kromosom, normal 46, dan kadang-kadang kelebihan kromosom tersebut berada ditempat yang tidak normal)
2. Ibu hamil setelah lewat umur (lebih dari 40 th) kemungkinan melahirkan bayi dengan Down syndrome.
3. Infeksi virus atau keadaan yang mempengaruhi susteim daya tahan tubuh selama ibu hamil.

Sumber : http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/21/down-syndrome/

Etiologi

Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
1. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )
2. Translokasi kromosom 21 dan 15
3. Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )

Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom ( Kejadian Non Disjunctional ) adalah :
1. Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrom down.
2. Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan ank dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.
3. Infeksi Dan Kelainan Kehamilan
4. Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
5. Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non dijunction” pada kromosom. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon danpeningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selam menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh.
6. Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.

Patofisiologi
Penyebab yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperjirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menua.

Sumber : http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/21/down-syndrome/

Pengertian

Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 700 bayi. Mongolisma (Down’s Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.

Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.

Down Syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan down syndrom dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Synrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebiha kromosom x. Syndrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal.95 % kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.

Sumber : http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/21/down-syndrome/

Mengenal Down Syndrome

Down syndrome (DS) merupakan suatu bentuk kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Menurut penelitian, DS menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup. Di Indonesia sendiri terdapat 300 ribu kasus DS. Normalnya, tubuh manusia memiliki miliaran sel yang memiliki pusat informasi genetik di kromosom.

Sebagian besar sel tubuh manusia mengandung 23 pasang kromosom (total 46 kromosom). Hanya sel reproduksi, yaitu sperma dan ovum yang masing- masing memiliki 23 kromosom tanpa pasangan. Dalam kasus DS, kromosom nomor 21 jumlahnya tidak sepasang seperti pada umumnya, melainkan tiga. Bahasa medisnya, trisomi-21. Jumlah kromosom yang tidak normal tersebut bisa ditemukan di seluruh sel (pada 92 persen kasus) atau di sebagian sel tubuh.

Akibat jumlah kromosom 21 yang berlebihan tersebut, terjadi guncangan system metabolisme di sel yang berakibat munculnya DS. Dari hasil penelitian, 88 persen kromosom 21 tambahan tersebut berasal dari ibu, akibat kesalahan pada proses pembentukan ovum. Delapan persen lagiberasal dari ayah, dan dua persen akibat penyimpangan pembelahan sel setelah pembuahan.

Dari penelitian terbukti pula, DS yang diturunkan dari orang tua hanya lima persen dari keseluruhan kasus. Kesalahan penggandaan kromosom 21 tersebut juga bukan karena penyimpangan perilaku orang tua ataupun pengaruh pencemaran lingkungan.
Sumber : mama kavindra

http://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-anda.com/msg122805.html

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
Pemeriksaan diagnostik
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
• Pemeriksaan fisik penderita
• Pemeriksaan kromosom
• Ultrasonograpgy
• ECG
• Echocardiogram
• Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)

Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_down

Pengertian Down Syndrome

Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.

Sindrom down (bahasa Inggris: down syndrome) merupakan kelainan kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah sindrom down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

Sindrom down merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21), Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_down

Menyelaraskan Pola Makan & Tipe Perilaku Anak Autis

By Republika Newsroom

JAKARTA--Anak dengan kebutuhan khusus seperti autisme cenderung memiliki alergi terhadap makanan. Perhatian orangtua terhadap pola makan sangat diperlukan. Pasalnya, asupan makanan akan mempengaruhi tingkah laku anak.

Konsultan Anak berkebutuhan Khusus dari yayasan Medical Exercise Theraphy, Tri Gunadi mengatakan, hal pertama yang dilakukan orang tua sebelum menerapkan pola makan terhadap anak autis adalah mengetahui tipe dari perilaku anak, apakah termasuk ke dalam tipe Seeking Defensiveness (mencari) atau Bahavior Defensiveness (menghindar).

Pada tipe mencari, anak cenderung memiliki nafsu makan yang besar dan senang mengunyah. Anak pada tipe ini memiliki kemungkinan terkena obesitas atau kelebihan barat badan. Berbeda dengan tipe mencari, tipe anak menghindar memiliki nafsu makan yang kecil bahkan cenderung menghindar dari makanan yang masuk melalui mulut.Selain itu, anak tipe ini tidak senang mengunyah. Artinya, anak langsung menelan makanan tanpa mengunyah terlebih dahulu.

"Hal ini penting untuk diketahui, karena berkaitan dengan terapi yang akan dijalankan si anak," tuturnya disela perkenalan acara London School Care Autisme yang digagas STIKOM LSPR yang berlangsung di Jakarta, Kamis (12/11).

Lebih jauh dia menjelaskan, bila sudah diketahui tipe si anak, langkah lanjutan yang diperlukan adalah memberikan pola makan yang tepat. Pada anak bertipe mencari, anak harus diberikan makanan bertekstur dan berpola. Maksudnya berpola, anak bertipe pencari dikenalkan dahulu makanan yang memerlukan proses mengunyah lebih lama baru diperkenalkan pada makanan bertekstur lembut. Dengan harapan, anak akan mudah kenyang hingga menghindarkan diri dari obesitas.

Pada anak bertipe menghindar dilakukan dengan pola terbalik. Anak harus diberikan makanan bertekstur halus terlebih dahulu sebelum diberikan makanan bertekstur kasar. Pasalnya, anak pada tipe menghindar begitu sensitif terhadap makanan. Bila tidak ditangani dengan baik berpotensi besar mengalami gizi buruk.

"Perlu disadari, seberapapun orang tua memiliki kemampuan finansial yang baik, pemenuhan kebutuhan gizi pada anak autis belum tentu sempurna," tegasnya.

Dia juga menggarisbawahi, anak dengan gangguan autis umumnya pada saat makan dipengaruhi dua hal yakni benda dan logo. Pada anak-anak autis begitu tertarik dengan apa yang dilihatnya. Misalnya, ketika anak melihat mie sebagai hal menarik maka dia akan mengkonsumsi mie terus menerus atau mungkin ketika dia melihat menu mie pada iklan yang dia lihat ditelevisi juga akan memberikan dampak yang sama. "Sebab itu, kecerdasan orang tua dalam memasukan konsep makanan akan berpengaruh terhadap pola makan si anak," tegasnya.

Metabolisme Berbeda

Usai mengetahui tipe anak, orang tua juga harus memahami bahwa anak dengan gangguan autis memiliki metabolisme yang berbeda dengan anak normal. Metabolisme yang berbeda disebabkan kelainan pencernaan yang ditemukan adanya lubang-lubang kecil pada saluran pencernaan, tepatnya di mukosa usus.

Kelainan lain terletak pada kesulitan memproses protein karena termasuk asam amino pendek yang sering disebut “peptide”. Peptide dalam keadaan normal biasanya hanya diabsorbsi sedikit dan sisanya dibuang, namun karena adanya kebocoran mukosa usus menjadikannya masuk ke dalam sirkulasi darah.

Di dalam darah peptide ini hanya sebentar, karena sebagian dikeluarkan lewat urine dan sisanya masuk ke dalam otak yang dapat menempel pada reseptor opioid di otak. Akibat dari itu, peptide akan berubah menjadi morfin yang dapat memengaruhi fungsi susunan syaraf dan dapat menimbulkan gangguan perilaku.

Sebabnya, anak pada gangguan autis harus menghindari makanan yang terklasifikasi menjadi dua yaitu Kasein (protein dari susu) dan Gluten (protein dari gandum). Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius atau memicu timbulnya gejala.

Pada anak dengan gangguan autis, kedua zat ini yang sulit dicerna dan diterjemahkan otak sebagai morfin. Kadar morfin yang tinggi menyebakan anak menjadi lebih aktif, bahkan layaknya zat morfin pada narkotika dan obat-obatan terlarang akan berimbas pada kebalnya anak dari rasa sakit. "ini yang berbahaya, anak-anak bisa membahayakan dirinya karena adanya morfin," tukas Tri.

Meski demikian, tambahnya, bukan berati pemberian asupan makanan pada penderita autis menjadi sulit. Menurut Tri, orang tua tinggal menggantikan sumber makanan yang mengandung kasein dan gluten dengan bahan-bahan yang aman dari kedua zat tersebut. Contoh sederhana, ganti susu sapi dengan susu kedelai.

Oleh karena itu,Tri menyarankan orang tua untuk tidak terlalu khawatir anak-anak mereka tidak mendapatkan gizi yang lengkap. Tri justru meminta para orang tua untuk lebih aktif mencari informasi terkait asupan makanan yang tepat bagi si anak.

Peran Orangtua

Dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan, rata-rata menyimpulkan orang tua merupakan faktor penyembuh paling mujarab. Pasalnya, keterikatan batin terhadap anak tak akan tergantikan dengan apapun. "Rasa sayang orang tua merupakan obat penyembuh bagi anak-anak ini," tukasnya.

Tri Gunadi merupakan salah satu orang tua yang dianugerahi anak-anak "istimewa". Anaknya yang bernama Enrico (7 tahun) telah mendertita gangguan autis pada usia 8 bulan. Dirinya sempat merasa terkejut, bukan karena malu tapi lantaran dirinya adalah seorang konsultan autisme.

Pada akhirnya, dia menerima anugerah tersebut dengan lapang dada. Usai mengetahui anaknya menderita autis, dia lakukan pemeriksaan terhadap anak. Mulai dari ujung rambut hingga bagian dalam tubuh Enrico.

Selama 18 bulan dia melakukan tes demi mendapatkan penyembuhan tepat bagi si anak. Enrico merupakan anak yang telat belajar bicara. Dengan perjuangan yang keras, Tri usahakan agar si anak belajar berbicara. Usahanya pun tak sia-sia lantaran si anak akhirnya mampu belajar bicara dalam bahasa Indonesia dengan lancar. Dia pun memutuskan untuk mengenalkan bahasa inggris pada Enrico pada usia 4.5 tahun. Hasilnya, Enrico sudah mahir bertutur bahasa inggris.

Menurut Enrico, anak-anak autis dengan peran dan kasih sayang orang tua bisa berprestasi layaknya anak-anak normal. Hanya saja, orang tua harus ekstra sabar dan menunjukan kasih sayang yang lebih untuk si anak. Dengan kasih sayang itu, anak seolah dilindungi dan didukung. Terlebih saat anak sudah mencapai taraf remaja, dukungan orang tua menjadi penting.

Memasuki usia remaja, lingkungan merupakan tantangan bagi anak dengan gangguan autis. Bukan tanpa sebab, anak sering merasa frustasi bila merasa berbeda dengan anak-anak sebayanya yang normal. Maka dari itu, saran Tri, orang tua sudah harus mulai memberikan pengertian kepada si anak atas anugerah yang dimilikinya. cr2/rin

Sumber : http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/216--menyelaraskan-pola-makan-a-tipe-perilaku-anak-autis

Tatapan Mata Ibu Kurangi Risiko Bayi Derita Autis

Mom & Son Inilah.com, Jakarta - Kontak mata sebanyak mungkin dengan bayi yang berisiko tinggi menyandang autis, amat sangat dianjurkan kepada orangtua, terutama jika sebelumnya telah memiliki anak autis.
Bagi peneliti dari University of Washington, hal itu tidak sekadar anjuran,, melainkan dengan dukungan penelitian pada 200 bayi yang mempunyai saudara sekandung autis.

Di Amerika Serikat, setiap satu dari 150 bayi lahir menyandang autis. Persentasenya menjadi lebih tinggi yakni satu dari 20 bayi baru lahir, jika salah satu kakaknya mempunyai autis.
Semua bayi itu dimonitor oleh para ahli, dibagi dalam kelompok usia 6, 12, dan 24 bulan. Setengah dari para ibu dilatih teknik tertentu untuk 'menangkap' komunikasi yang disampaikan oleh bayinya.

Para ibu itu juga dilatih menarik perhatian bayi, ketika mereka keasyikan sendiri. Dengan mengeluarkan suara pelan berirama serta bertatapan mata. Ini diyakini dapat mempermudah bayi belajar mengenal bahasa.
"Kami ingin para oarangtua ada ketika bayi meraih mainan dan mencari keberadaan orangtuanya melalui tatapan mata," kata Prof Annette Estes dari Pusat Autis University of Washington.

Lebih lanjut ia mengatakan, orangtua mesti benar-benar hadir ketika bayi memasuki dunianya dan tengah mencari tahu apa yang mesti dilakukan selanjutnya.
Ihwal berguman, memainkan nada suara, kontak mata dan model interaksi lainnya antara orangtua terutama ibu dan dengan bayi, diyakini dapat menekan derajat perkembangan autis. Terapi perilaku dan bicara juga dapat mendeteksi gejala autis tahap awal.

Menurut Prof Estes, autis muncul karena ada kelainan pada sistem komunikasi. Jika disadari sejak awal, maka dapat diterapkan pola komunikasi sosial yang tepat sehingga gejala dan perkembangan autis dapat ditekan sedikit mungkin. Ini berkaitan dengan perkembangan komunikasi sosial pada otak.

Prof Estes mengatakan, pengamatan perkembangan otak dilakukan pada semua bayi yang menjadi subyek penelitian. Namun pada bayi yang terlahir dari orangtua yang sebelumnya telah melahirkan anak autis, orangtua tidak punya pilihan lain kecuali menunggu dengan harap-harap cemas akan nasib buah hatinya.
Sayangnya, sampai saat ini seperti diakui Prof Estes, belum ada metode tepat untuk membantu orangtua yang memiliki anak autis melewati masa-masa sulit. [ES/L1]

Sumber : http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/203-tatapan-mata-ibu-kurangi-risiko-bayi-derita-autis

Temuan Gen Penyebab Autisme

Penderita autisme memiliki variasi genetik dari DNA yang berpengaruh pada sel otak.

VIVAnews - Autisme adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini belum diketahui penyebabnya dan masih dilakukan penelitian mendalam untuk menelaahnya.
Salah satu penelitian terbaru mengenai autisme menemukan para penderita autis memiliki gen umum dengan variasi yang berbeda. Temuan gen tersebut nantinya bisa memudahkan diagnosis dan mengembangkan terapi serta pencegahan terjadinya autisme pada anak.

Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Journal Nature ini membandingkan gen dari ribuan penderita autisme dengan ribuan orang normal. Hasil dari penelitian menunjukkan, sebagian besar penderita autisme memiliki variasi genetik dari DNA mereka yang berpengaruh pada hubungan antarsel otak.
Para peneliti juga mengungkapkan adanya hubungan antarautisme dengan ‘kesalahan kecil’ pada segmen DNA yang terdapat sel komunikasi di dalamnya.
"Temuan ini bisa membuka kesempatan untuk mencari tahu bagaimana mengatasi masalah pada fungsi dan perkembangan sel otak yang dialami penderita autis," kata Hakon Hakonarson, kepala Center for Applied Genomics at Children's Hospital di Philadelphia, Amerika Serikat.

Meskipun temuan tentang hubungan penyebab autis dengan DNA bukan untuk pertama kalinya, sampai saat ini belum ditemukan cara mencegahnya.
Pada penelitian sebelumnya menemukan 65% penderita autis memiliki variasi gen yaitu cadherin 10 dan cadherin 9. Gen tersebut mengontrol molekul adhesi yang ada di otak dan peneliti memperkirakan hal itulah yang menyebabkan autisme.
Lalu, studi lainnya menemukan hubungan antara autisme dengan materi gen yang mengandung ubiquitin. Ubiquitin adalah protein yang terikat dengan molekul adhesi dan berhubungan juga dengan sel otak.
• VIVAnews

Sumber : http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/205-temuan-gen-penyebab-autisme

Terapi Perilaku

Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan.

Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).

Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan.

Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagai A-B-C; yakni A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C (consequence). Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian memahami Behavior (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh Consequence (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan) yang menyenangkan.

Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.

Sumber : http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-prilaku

Anak Autis Banyak Lahir dari Orangtua Berpendidikan Tinggi

Nurul Ulfah - detikHealth

California, Studi terkini menemukan anak autis banyak dilahirkan dari pasangan yang berpendidikan tinggi dan sudah tua. Peneliti menggunakan data sekitar 2,5 juta kelahiran di California selama 5 tahun.

Dan ternyata ditemukan sekelompok anak autis pada daerah dimana rata-rata penduduknya berpendidikan tinggi. Orang tua anak-anak autis tersebut ternyata kebanyakan berlatar belakang pendidikan lebih tinggi (di atas S1) dibanding orang tua di daerah yang tidak terdapat anak autis.

"Studi ini cocok dengan apa yang kami perkirakan sebelumnya, yaitu pasangan orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung menghasilkan anak autis," ujar Karla Van Meter, epidemiolog dari Sonoma County Department of Public Health University of California seperti dilansir Healthday, Rabu (6/1/2010).

Suami istri yang sudah berumur tua saat memiliki anak juga dilaporkan lebih banyak mempunyai anak autis. Tapi faktor pendidikan jauh lebih besar risikonya dalam menghasilkan anak autis.

"Tidak ada yang benar-benar tahu penyebabnya apa. Tapi mungkin faktor genetik berperan. Mungkin juga karena orang tua berpendidikan tinggi memiliki harapan yang terlalu berlebih pada anaknya sehingga psikologisnya terganggu atau karena mereka lebih banyak terpapar dengan bahan kimia di rumahnya. Semuanya bisa saja terjadi, tapi kami masih meneliti penyebab pastinya," kata Van Meter.

Namun kabar baiknya adalah, orang tua yang berpendidikan tinggi lebih tahu tentang penyakit autis dan lebih baik dalam menangani anaknya yang autis.

"Penyakit autis sudah menembus batas demografis dan sosial ekonomi. Kita bisa melihatnya di lingkungan sekitar dimana pasangan orang tua yang pintar dan berpendidikan tinggi justru lebih banyak melahirkan anak autis," kata Lee Grossman dari Autism Society of America.

Jumlah anak autis memang meningkat akhir-akhir ini. Hingga Desember 2009, Centers for Disease Control and Prevention mencatat 1 dari 110 anak di Amerika terdiagnosa autis. Faktor genetik dan cemaran bahan kimia masih menjadi penyebab utamanya.(fah/ir)

Sumber : http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/222-anak-autis-banyak-lahir-dari-orangtua-berpendidikan-tinggi-

Terapi Biomedik

Akhir-akhir ini terapi biomedik banyak diterapkan pada anak dengan ASD. Hal ini didasarkan atas penemuan-penemuan para pakar, bahwa pada anak-anak ini terdapat banyak gangguan metabolisme dalam tubuhnya yang mempengaruhi susunan saraf pusat sedemikian rupa, sehingga fungsi otak terganggu. Gangguan tersebut bisa memperberat gejala autisme yang sudah ada, atau bahkan bisa juga bekerja sebagai pencetus dari timbulnya gejala autisme.

Yang sering ditemukan adalah adanya multiple food allergy, gangguan pencernaan, peradangan dinding usus, adanya exomorphin dalam otak (yang terjadi dari casein dan gluten), gangguan keseimbangan mineral tubuh, dan keracunan logam berat seperti timbal hitam (Pb), merkuri (Hg), Arsen (As), Cadmium (Cd) dan Antimoni (Sb).
Logam-logam berat diatas semuanya berupa racun otak yang kuat.
Yang dimaksud dengan terapi biomedik adalah mencari semua gangguan tersebut diatas dan bila ditemukan, maka harus diperbaiki , dengan demikian diharapkan bahwa fungsi susunan saraf pusat bisa bekerja dengan lebih baik sehingga gejala-gejala autisme berkurang atau bahkan menghilang.

Pemeriksaan yang dilakukan biasanya adalah pemeriksaan laboratorik yang meliputi pemeriksaan darah, urin, rambut dan feses. Juga pemeriksaan colonoscopy dilakukan bila ada indikasi.

Terapi biomedik tidak menggantikan terapi-terapi yang telah ada, seperti terapi perilaku, wicara, okupasi dan integrasi sensoris. Terapi biomedik melengkapi terapi yang telah ada dengan memperbaiki “dari dalam”. Dengan demikian diharapkan bahwa perbaikan akan lebih cepat terjadi.

Sumber : http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/terapi-biomedik

Terapi Autis Dengan Binatang Peliharaan

Vera Farah Bararah - detikHealth

Jakarta, Memelihara binatang peliharaan di rumah selain sebagai hobi juga memiliki manfaat lain, salah satunya adalah sebagai terapi bagi anak autis. Terapi ini dilakukan oleh bocah penderita autis berusia 11 tahun bernama Milo yang melakukannya bersama anjingnya bernama Chad.

Hubungan yang terjadi antara manusia dengan binatang peliharaannya memang memiliki efek yang langsung, meskipun efek ini belum bisa dijelaskan melalui penelitian ilmiah. Tapi hubungan yang terjalin antara Milo dan Chad melampaui hubungan yang secara umum terjadi.

"Dalam seminggu saya melihat perubahan yang sangat besar pada dirinya, setelah sebulan dia menjadi lebih tenang serta bisa berkonsentrasi dan berkomunikasi dalam jangka waktu yang lebih lama," ujar Nyonya Vaccaro yang merupakan ibu dari Milo, seperti dikutip dari New York Times, Jumat (9/10/2009).

Dr Melissa A Nishawala seorang direktur klinis pelayanan autis-spectrum di Child Study Center at New York University menambahkan dirinya melihat perubahan yang nyata pada diri Milo yang menjadi lebih tenang dan bisa berkomunikasi meskipun yang terlihat anjing tersebut hanya duduk diam di dalam ruangan. Akibat perubahan yang mendalam pada diri Milo, kini Vaccaro dan Dr Nishawala mulai mencoba untuk menghentikan pengobatan yang digunakan oleh Milo.

Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development yang merupakan bagian dari Institut Kesehatan Nasional juga memulai usaha untuk mempelajari apakah hewan-hewan peliharaan ini dapat memiliki efek nyata terhadap kesejahteraan dari anak-anak.

Untuk itu diperlukan lebih banyak lagi penelitian ilmiah yang bisa menjelaskan manfaat dari terapi tersebut, terutama pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Karena selama ini sebagian penelitian hanya berfokus pada interaksi negatif dari hewan peliharaan saja, seperti memelihara binatang bisa menyebarkan penyakit.

Di Children's Hospital of Orange County di California Selatan, misalnya, puluhan relawan secara rutin membawa anjingnya untuk mengunjungi pasien anak-anak yang dirawat karena penyakit serius. Biasanya anak-anak tersebut sering mengalami sedih, cemas atau depresi. Hal terpenting adalah binatang peliharaan tersebut harus bebas dari segala macam penyakit dan telah mendapatkan vaksinasi dengan benar.

"Anjing-anjing yang dibawa oleh para relawan tersebut bisa mencerahkan anak-anak," kata Emily Grankowski, yang mengawasi program terapi hewan peliharaan di rumah sakit.

Diharapkan nantinya terapi binatang peliharaan ini bisa memunculkan pengobatan baru dalam menyembuhkan anak yang sering mengalami depresi, sedih atau anak dengan autis. Namun, tidak menutup kemungkinan terapi ini juga bisa dilakukan untuk orang dewasa.

Sumber : http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/224-terapi-autis-dengan-binatang-peliharaan

Tuesday 30 March 2010

1 Dari 100 Anak Menderita Autis

Vera Farah Bararah – detikHealth

Jakarta, Kenaikan jumlah angka penderita autis sungguh mencengangkan. Bagaimana tidak, rasio anak yang terkena autis semakin banyak dengan perbandingan 1 dari 100 anak terdiagnosa positif autis.

Berdasarkan laporan berita dari Institute Nasional Kesehatan Mental dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, didapatkan bahwa telah terjadi peningkatan yang cukup besar dalam jumlah anak yang didiagnosis mengalami autis.

Kini ditemukan rata-rata penderita autis adalah 1 dari 100 anak-anak, sedangkan perkiraan sebelumnya adalah 1 dari 150 anak-anak dan dulu orang beranggapan penderita autis adalah 1 dari 500 anak-anak.

Apa yang sebenarnya terjadi? Saat ini ada kesepakatan secara umum bahwa faktor genetik diperkirakan turut menyempurnakan risiko anak-anak autis, faktor lainnya adalah meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai penyakit ini sehingga meningkatkan pula diagnosis untuk gangguan spektrum autis (autism spectrum disorders). Tapi ada juga pemicu lain yang belum dapat diidentifikasi, seperti lingkungan, makanan atau faktor keturunan.

Faktor pemicu lainnya tersebut seperti dikutip dari Thedailygreen, Selasa (6/10/2009) adalah lingkungan yang sudah terpapar merkuri atau logam berat lainnya, air yang terkontaminasi, pestisida atau juga karena pengguaan antibiotik.

Segala macam limbah beracun yang ada di lingkungan diduga sebagai penyebab yang potensial. Dengan perkembangan penelitian termasuk penelitian yang menonjol mengenai kesehatan anak-anak, ada salah satu penyebab yang sudah tidak dipercaya lagi yaitu penggunaan pengawet vaksin thimerosal yang diduga menyebabkan anak autis. Kini pengawet tersebut sudah tidak digunakan dan tidak ada bukti yang menunjukkan thimerosal menyebabkan anak autis.

Autis merupakan gejala yang timbul karena adanya gangguan atau kelainan saraf pada otak seseorang. Anak yang menderita autis jika kepalanya diperiksa dengan menggunakan CT Scan semuanya akan terlihat normal-normal saja. Diduga autis terjadi karena jembatan yang menghubungkan antara otak kanan dan otak kiri bermasalah atau terhambat, dan sampai saat ini belum diketahui apa yang membuatnya terhambat.

Sampai saat ini belum ada satu penyebab yang pasti mengakibatkan anak autis. Tapi orangtua sebaiknya secara bijaksana mengurangi paparan bahan kimia beracun selama masa kehamilan dan masa perkembangan anak-anak.

Sumber : http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/223-1-dari-100-anak-menderita-autis

10 Jenis Terapi Autisme

Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara / obat / suplemen yang ditawarkan dengan iming-iming bisa menyembuhkan autisme. Kadang-kadang secara gencar dipromosikan oleh si penjual, ada pula cara-cara mengiklankan diri di televisi / radio / tulisan-tulisan.

Para orang tua harus hati-hati dan jangan sembarangan membiarkan anaknya sebagai kelinci percobaan. Sayangnya masih banyak yang terkecoh , dan setelah mengeluarkan banyak uang menjadi kecewa oleh karena hasil yang diharapkan tidak tercapai.
Dibawah ini ada 10 jenis terapi yang benar-benar diakui oleh para professional dan memang bagus untuk autisme. Namun, jangan lupa bahwa Gangguan Spectrum Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama. Kecuali itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak membutuhkan jenis terapi yang berbeda.

1) Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.

2) Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.
Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

3) Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot -otot halusnya dengan benar.

4) Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.

Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

5) Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara2nya.

6) Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.

7) Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,

8) Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.

9) Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-
gambar, misalnya dengan metode …………. Dan PECS ( Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.

10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari
dalam tubuh sendiri (biomedis).

Sumber : http://www.autis.info/index.php/terapi-autisme/10-jenis-terapi-autisme

Terapi Musik Dorong Perubahan Positif Autisme

Penulis : Ikarowina Tarigan

TERAPI musik tidak hanya berfungsi memfasilitasi perubahan positif pada perilaku manusia dewasa tetapi juga mempunyai pengaruh positif pada anak penderita autisme. Musik, menurut penelitian berperan sebagai rangsangan luar yang membuat anak nyaman, karena tidak terlibat kontak langsung dengan manusia.

Manfaat terapi

Meningkatkan perkembangan emosi sosial anak. Saat memulai suatu hubungan, anak autisme cenderung secara fisik mengabaikan atau menolak kontak sosial yang ditawarkan oleh orang lain. Dan terapi musik membantu menghentikan penarikan diri ini dengan cara membangun hubungan dengan benda, dalam hal ini instrumen musik.

Anak-anak autisme, berdasarkan hasil studi, melihat alat musik sebagai sesuatu yang menyenangkan. Anak-anak ini biasanya sangat menyukai bentuk, menyentuh dan juga bunyi yang dihasilkan. Karena itu, peralatan musik ini bisa menjadi perantara untuk membangun hubungan antara anak autisme dengan individu lain.

Membantu komunikasi verbal dan nonverbal. Terapi musik juga bisa membantu kemampuan berkomunikasi anak dengan cara meningkatkan produksi vokal dan pembicaraan serta menstimulasi proses mental dalam hal memahami dan mengenali. Terapis akan berusaha menciptakan hubungan komunikasi antara perilaku anak dengan bunyi tertentu.

Anak autisme biasanya lebih mudah mengenali dan lebih terbuka terhadap bunyi dibandingkan pendekatan verbal. Kesadaran musik ini dan hubungan antara tindakan anak dengan musik, berpotensi mendorong terjadinya komunikasi.

Mendorong pemenuhan emosi. Sebagian besar anak autisme kurang mampu merespon rangsangan yang seharusnya bisa membantu mereka merasakan emosi yang tepat. Tapi, karena anak autisme bisa merespon musik dengan baik, maka terapi musik bisa membantu anak dengan menyediakan lingkungan yang bebas dari rasa takut.

Selama mengikuti sesi terapi, setiap anak mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan diri saat mereka ingin, sesuai dengan cara mereka sendiri. Mereka bisa membuat keributan, memukul instrumen, berteriak dan mengekspresikan kesenangan akan kepuasan emosi. Selain itu, terapi musik juga membantu anak autisme dengan:
• Mengajarkan keahlian sosial
• Meningkatkan pemahaman bahasa
• Mendorong hasrat berkomunikasi
• Mengajarkan anak mengekpresikan diri secara kreatif
• Mengurangi pembicaraan yang tidak komunikatif
• Mengurangi pengulangan kata yang diucapkan orang lain secara instan dan tidak terkontrol.

Sesi terapi

Terapi musik akan dirancang, dijalankan, dan dievaluasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Selama terapi anak akan dilibatkan dalam beberapa aktivitas seperti:
• Mendengarkan musik atau kreasi musik
• Memainkan alat musik
• Bergerak mengikuti irama musik
• Bernyanyi (ol-08)

Sumber : http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/213-terapi-musik-dorong-perubahan-positif-autisme

Jumlah Anak Autis Meningkat

\
KOMPAS.com - Setiap tahun, angka kejadian autisme meningkat pesat. Data terbaru dari Centre for Disease Control and Prevention Amerika Serikat menyebutkan, kini 1 dari 110 anak di sana menderita autis. Angka ini naik 57 persen dari data tahun 2002 yang memperkirakan angkanya 1 dibanding 150 anak.

Di Indonesia, tren peningkatan jumlah anak autis juga terlihat, meski tidak diketahui pasti berapa jumlahnya karena pemerintah belum pernah melalukan survei.

Menurut data resmi yang dikeluarkan pemerintah AS tersebut, disebutkan satu persen anak di sana kini menunjukkan beberapa gejala autisme, seperti gangguan berkomunikasi, bahasa, dan kemampuan kognitif, mulai dari yang ringan sampai berat.

Data ini juga menguatkan temuan berbagai studi yang menyebutkan gejala autis lebih sering terlihat pada anak laki-laki dibanding perempuan. Menurut data CDC ini, pada anak laki-laki prevelansinya naik 60 persen dibanding dengan data tahun 2002. Sementara pada anak perempuan hanya 48 persen.

Yang menarik untuk diketahui adalah mengapa kini makin banyak anak yang menderita autis? Yang pasti jawabannya tidak sederhana karena banyak faktor yang terlibat di dalamnya.

Berbagai studi menyatakan naiknya jumlah anak autis bisa dijelaskan lewat luasnya karateristik yang dipakai untuk menentukan diagnosa anak austis serta peningkatan akses informasi pada kondisi autis. Meski begitu, masih ada tanda tanya besar mengenai penyebab meningkatnya tren gangguan kondisi ini.

Beberapa penelitian menunjukkan, perubahan genetik merupakan penyebab gangguan autis. Namun beberapa pakar menyatakan kurang yakin dengan penjelasan ini. "Bila kita melihat peningkatan tren seperti ini, maka kita harus mulai mengarahkan fokus pada isu lingkungan," kata Dr.Thomas Insel, direktur National Institute of Mental Health.

Karena kebanyakan gejala autis didiagnosa sebelum anak berusia dua tahun, kebanyakan pakar percaya bahwa faktor pencetusnya terjadi pada masa kehamilan atau pada bulan-bulan awal kehidupan bayi. Usia ibu yang terlalu tua saat hamil, selain juga paparan lingkungan yang dialami bayi, misalnya pola makan atau terjadinya infeksi pada bayi, diduga berpengaruh besar pada timbulnya autis.

Karena belum jelasnya penyebab penyakit ini, orangtua belum bisa menentukan tindakan preventif apa yang bisa dilakukan. Namun para ahli berpendapat terapi perkembangan terpadu sebaiknya langsung dilakukan begitu anak didiagnosa autis. Dengan terapi terpadu, diharapkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dan berkomunikasi akan meningkat.

Kerjasama yang erat antara orangtua, terapis, dokter, psikolog, serta guru di sekolah diperlukan agar penanganan anak autis bisa lebih baik lagi.
AN

Editor: acandra
Sumber : TIME.com
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/210-jumlah-anak-autis-meningkat

Hormon Oxytocin Bantu Tangani Autisme

Penulis : Ikarowina Tarigan
OXYTOCIN atau yang dikenal juga dengan hormon cinta, bisa membantu mengembangkan keterampilan dan perilaku sosial penderita autisme pada level high-functioning.

High-functioning autism merupakan istilah informal yang merujuk pada orang-orang autis yang dianggap memiliki fungsi yang lebih tinggi di bidang tertentu dibandingkan penderita autisme pada umumnya.

Sebuah studi baru menunjukkan bahwa orang-orang dengan gangguan high-functioning autism, seperti Asperger's syndrome, yang ditangani dengan oxytocin merespon lebih kuat terhadap orang lain dan menunjukkan lebih banyak perilaku sosial yang tepat.

Meskipun mempunyai kemampuan intelektual yang tinggi, orang-orang dengan high-functioning autism kurang keahlian sosial untuk bergaul secara tepat dengan orang lain di dalam masyarakat.

Oxytocin dinamakan hormon cinta karena dikenal menguatkan hubungan antara ibu dan bayi. Hormon ini juga diyakini terlibat dalam pengaturan emosi dan perilaku sosial lainnya. Penelitian lain telah menemukan bahwa anak-anak autis memiliki kadar oxytocin yang lebih rendah dibandingkan anak-anak tanpa autisme.

Dalam studi yang dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences ini, peneliti memeriksa efek menghirup oxytocin terhadap perilaku sosial pada 13 orang dewasa muda dengan high-functioning autism dalam dua percobaan terpisah. Selain itu, peneliti juga melibatkan 13 partisipan tanpa autisme sebagai kelompok pembanding.

Pada percobaan pertama, peneliti mengamati perilaku sosial partisipan dalam ball-tossing game di komputer. Dalam game ini, pemain diminta memilih mengirim bola kepada karakter yang baik, buruk atau netral.

Pada umumnya, orang-orang dengan autisme tidak akan terlalu memperhatikan ketiga pilihan tersebut. Tapi dalam percobaan ini, mereka yang menghirup oxytocin lebih banyak terlibat dengan karakter baik dan mengirim lebih banyak bola kepada karakter yang baik dibandingkan yang jahat.

Partisipan dengan autisme yang diberikan placebo tidak menunjukkan perbedaan respon terhadap ketiga karakter. Sedang kelompok pembanding tanpa autisme mengirim lebih banyak bola kepada karakter yang baik.

Dalam percobaan kedua, peneliti mengukur tingkat perhatian dan respon partisipan terhadap gambar wajah manusia. Mereka yang ditangani dengan oxytocin lebih memperhatikan tanda-tanda visual di gambar dan melihat lebih lama pada area wajah yang berkaitan dengan informasi sosial, seperti mata.

"Di bawah pengaruh oxytocin, pasien merespon lebih kuat terhadap orang lain dan menunjukkan perilaku sosial yang lebih tepat. Hal ini menunjukkan potensi terapis oxytocin dalam menangani autisme," terang peneliti Elissar Andari dari Centre Nátional de la Recherche Scientifique di Bron, Prancis, seperti dikutip situs webmd.com.

Peneliti menyatakan bahwa hasil studi ini mengindikasikan perlunya studi lanjutan untuk memeriksa efek oxytocin terhadap keterampilan dan perilaku sosial pada orang-orang dengan high-functioning autism. (IK/OL-5)

Sumber : www.mediaindonesia.com
http://www.autis.info/index.php/artikel-makalah/artikel/228-hormon-oxytocin-bantu-tangani-autisme

Sindrom Asperger

Seperti pada Autisme Masa Kanak, Sindrom Asperger (SA) juga lebih banyak terdapat pada anak laki-laki daripada wanita.
Anak SA juga mempunyai gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial maupun perilaku, namun tidak separah seperti pada Autisme.

Pada kebanyakan dari anak-anak ini perkembangan bicara tidak terganggu. Bicaranya tepat waktu dan cukup lancar, meskipun ada juga yang bicaranya agak terlambat. Namun meskipun mereka pandai bicara, mereka kurang bisa komunikasi secara timbal balik. Komunikasi biasanya jalannya searah, dimana anak banyak bicara mengenai apa yang saat itu menjadi obsesinya, tanpa bisa merasakan apakah lawan bicaranya merasa tertarik atau tidak. Seringkali mereka mempunyai cara bicara dengan tata bahasa yang baku dan dalam berkomunikasi kurang menggunakan bahasa tubuh. Ekspresi muka pun kurang hidup bila dibanding anak-anak lain seumurnya.

Mereka biasanya terobsesi dengan kuat pada suatu benda/subjek tertentu, seperti mobil, pesawat terbang, atau hal-hal ilmiah lain. Mereka mengetahui dengan sangat detil mengenai hal yang menjadi obsesinya. Obsesi inipun biasanya berganti-ganti.Kebanyakan anak SA cerdas, mempunyai daya ingat yang kuat dan tidak mempunyai kesulitan dalam pelajaran disekolah.

Mereka mempunyai sifat yang kaku, misalnya bila mereka telah mempelajari sesuatu aturan, maka mereka akan menerapkannya secara kaku, dan akan merasa sangat marah bila orang lain melanggar peraturan tersebut. Misalnya : harus berhenti bila lampu lalu lintas kuning, membuang sampah dijalan secara sembarangan.

Dalam interaksi sosial juga mereka mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Mereka lebih tertarik pada buku atau komputer daripada teman. Mereka sulit berempati dan tidak bisa melihat/menginterpretasikan ekspresi wajah orang lain.

Perilakunya kadang-kadang tidak mengikuti norma sosial, memotong pembicaraan orang seenaknya, mengatakan sesuatu tentang seseorang didepan orang tersebut tanpa merasa bersalah (mis. “Ibu, lihat, bapak itu kepalanya botak dan hidungnya besar ”). Kalau diberi tahu bahwa tidak boleh mengatakan begitu, ia akan menjawab : “Tapi itu kan benar Bu.”
Anak SA jarang yang menunjukkan gerakan-gerakan motorik yang aneh seperti mengepak-ngepak atau melompat-lompat atau stimulasi diri.

Sumber : http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/jenis-autisme/sindrom-asperger

Berbagai hal yang dicurigai berpotensi untuk menyebabkan autisme :

1. Vaksin yang mengandung Thimerosal : Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin. Karena banyaknya kritikan, kini sudah banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan Thimerosal di negara maju. Namun, entah bagaimana halnya di negara berkembang …

2. Televisi : Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak - orang tua semakin berkurang karena berbagai hal. Sebagai kompensasinya, seringkali TV digunakan sebagai penghibur anak. Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab autisme pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya.
Dampak TV tidak dapat dipungkiri memang sangat dahsyat, tidak hanya kepada perorangan, namun bahkan kepada masyarakat dan/atau negara. Contoh paling nyata adalah kasus pada negara terpencil Bhutan - begitu mereka mengizinkan TV di negara mereka, jumlah dan jenis kejahatan meningkat dengan drastis.
Bisa kita bayangkan sendiri apa dampaknya kepada anak-anak kita yang masih polos. Hiperaktif ? ADHD ? Autisme ? Sebuah penelitian akhirnya kini telah mengakui kemungkinan tersebut.

3. Genetik : Ini adalah dugaan awal dari penyebab autisme; autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.
Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar untuk menderita autisme. (walaupun sang ayah normal / bukan autis)

4. Makanan : Pada tahun 1970-an, Dr. Feingold dan kolega-koleganya menyaksikan peningkatan kasus ADHD dalam skala yang sangat besar. Sebagai seseorang yang pernah hidup di era 20 / 30-an, dia masih ingat bagaimana ADHD nyaris tidak ada sama sekali di zaman tersebut.

Dr. Feingold kebetulan telah mulai mengobati beberapa kasus kelainan mental sejak tahun 1940 dengan memberlakukan diet khusus kepada pasiennya, dengan hasil yang jelas dan cenderung dalam waktu yang singkat.
Terapi diet tersebut kemudian dikenal dengan nama The Feingold Program.
Pada intinya, berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet, pewarna, dll) dicurigai menjadi penyebab dari autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari makanan para penderita autisme, banyak yang kemudian mengalami peningkatan situasi secara drastis.

Dr. Feingold membayar penemuannya ini dengan cukup mahal. Sekitar tahun 1970-an, beliau dikhianati oleh The Nutrition Foundation, dimana Coca cola, Kraft foods, dll adalah anggotanya. Beliau tiba-tiba diasingkan oleh AMA, dan ditolak untuk menjadi pembicara dimana-mana. Syukurlah kemudian berbagai buku beliau bisa terbit, dan hari ini kita jadi bisa tahu berbagai temuan-temuannya seputar bahaya makanan modern.

5. Radiasi pada janin bayi : Sebuah riset dalam skala besar di Swedia menunjukkan bahwa bayi yang terkena gelombang Ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi kidal.
Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi juga berperan menyebabkan autisme. Tapi bagaimana menghindarinya, saya juga kurang tahu. Yang sudah jelas mudah untuk dihindari adalah USG - hindari jika tidak perlu.

6. Folic Acid : Zat ini biasa diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik pada janin. Dan hasilnya memang cukup nyata, tingkat cacat pada janin turun sampai sebesar 30%. Namun di lain pihak, tingkat autisme jadi meningkat.
Pada saat ini penelitian masih terus berlanjut mengenai ini. Sementara ini, yang mungkin bisa dilakukan oleh para ibu hamil adalah tetap mengkonsumsi folic acid - namun tidak dalam dosis yang sangat besar (normalnya wanita hamil diberikan dosis folic acid 4x lipat dari dosis normal).
Atau yang lebih baik - perbanyak makan buah-buahan yang kaya dengan folic acid, karena alam bisa mencegah tanpa menyebabkan efek samping :
Nature is more precise; that’s why all man-made drugs have side effects

7. Sekolah lebih awal : Agak mengejutkan, namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih awal (pre school) dapat memicu reaksi autisme.
Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat autisme sebetulnya bisa sembuh / membaik dengan berada dalam lingkupan orang tuanya. Namun, karena justru dipindahkan ke lingkungan asing yang berbeda (sekolah playgroup / preschool), maka beberapa anak jadi mengalami shock, dan bakat autismenya menjadi muncul dengan sangat jelas.
Untuk menghindari ini, para orang tua perlu memiliki kemampuan untuk mendeteksi bakat autisme pada anaknya secara dini. Jika ternyata ada terdeteksi, maka mungkin masa preschool-nya perlu dibimbing secara khusus oleh orang tua sendiri. Hal ini agar ketika masuk masa kanak-kanak maka gejala autismenya sudah hampir lenyap; dan sang anak jadi bisa menikmati masa kecilnya di sekolah dengan bahagia.

Sumber : http://harry.sufehmi.com/archives/2006-10-17-1302/

Artikel tentang Autisme

Autisme kini sudah menjadi pandemi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Autisme di Indonesia kurang mendapat perhatian. Padahal sekali terdiagnosa sebagai anak autisme maka untuk keluar dari gejala itu butuh waktu bertahun-tahun dan biayanya sangat mahal. Ini seperti bom waktu yang mau meledak. Makin banyak, makin banyak, makin banyak dan akhirnya kita akan kehilangan generasi mendatang karena anak autisme dari lapisan masyarakat bawah tidak mendapat penanganan yang baik.

Data yang muncul di beberapa media menyebutkan bahwa pada tahun 1987 rasio jumlah orang dengan autisme adalah 1: 5.000. Pada tahun 2007 di AS menurut laporan Center for Disease Control memiliki rasio autisme 1:150 (di antara 150 anak, ada satu anak autisme). Sementara di Inggris sendiri disebutkan rasionya yaitu 1:100. Dari data yang sudah muncul di beberapa media terlihat semakin lama semakin tinggi orang dengan autisme. Apa itu autisme?
Autisme bukan penyakit jadi jangan disebut penderita atau penyandang karena memang disandang seumur hidup. Autisme adalah suatu gangguan perkembangan. Bedanya dengan penyakit adalah kalau penyakit ada virusnya, ada kumannya, ada jamurnya. Sedangkan autisme tidak ada. Jadi tidak ada obatnya juga.

Gejalanya adalah gangguan perkembangan yang menyangkut perkembangan komunikasi dua arah, kemudian interaksi sosial yang timbal balik, dan perilaku. Yang nomor satu kelihatan adalah anak ini tidak bisa berbicara. Walaupun sudah waktunya bicara masih belum bisa bicara. Itu yang biasanya membawa orang tua ke dokter. Mengapa anak saya sudah 2,5 tahun belum bisa bicara? Kalau dokternya mengerti maka akan langsung waspada lalu periksa yang lain-lain.

Tapi kalau dokternya tidak mengerti kadang-kadang diremehkan, seperti mengatakan, “Tidak apa-apa, biasa anak laki itu bicaranya terlambat, keponakan saya empat tahun baru bisa bicara juga sudah jadi profesor sekarang.” Jadi orangtuanya terlena. Beda antara anak autisme dan tidak adalah kalau anak terlambat bicara saja maka dia akan berusaha komunikasi dengan bahasa Tarzan. Jadi dia terlambat komunikasi verbal. Tapi secara non verbal dia berusaha komunikasi dengan mimik muka, dengan gerak gerik. Sedangkan anak autisme tidak.

Perilakunya terlihat sekali aneh-aneh. Dia melakukan hal-hal yang aneh berulang-ulang. Misalnya, dia sering berputar-putar, dia sering memutari benda yang bulat dan senang sekali. Kalau sudah berhasil kemudian melompat-lompat sambil mengepak-ngepakkan tangan. Kemudian ada juga yang suka duduk di pojok, atau hanya main pasir, atau ada yang senangnya main air, dan ada yang mendorong-dorong terus bolak-balik.

Terapinya harus sangat-sangat intensif, sangat komprehensif, dan macam-macam. Pertama, mereka tidak bisa berbicara maka harus mendapatkan terapi bicara. Kemudian lucunya anak ini ototnya kuat. Jadi bisa lari dan kalau memukul orang bukan main kerasnya. Tapi disuruh pegang pensil, tangannya lemas. Jadi seolah-olah tidak mempunyai tenaga. Otot-otot halusnya tidak terampil sehingga mereka harus mandapatkan terapi okupasi untuk melenturkan otot-otot halusnya dan dipersiapkan supaya bisa memegang pensil, bisa menulis, dan sebagainya. Selain itu, karena mereka memiliki perilaku yang aneh-aneh, maka harus terapi perilaku. Jadi perilaku yang tidak wajar dihilangkan, diganti dengan perilaku yang wajar.

Itu yang dari luar. Kemudian ada juga yang keseimbangannya tidak bagus atau panca inderanya ada gangguan. Nah itu perlu diterapi juga, namanya terapi integrasi sensoris. Disuruh merosot di perosotan, diglondongin di bola besar, diayun-ayun, dan sebagainya. Itu terapi-terapi dari luar.
Dari dalam tubuh sendiri juga harus diterapi, dicari dengan laboratorium atau periksa darah apakah anak ini mempunyai gangguan alergi atau tidak? Kebanyakan mereka mempunyai alergi makanan yang sangat banyak. Kalau ketahuan, hilangkan. Kemudian rambutnya diperiksa, apakah anak ini keracunan logam berat atau tidak? Kalau keracunan didetoks atau dikeluarkan logam beratnya.

Kalau keluarganya mau melakukan terapi bisa juga. Dalam hal ini sebetulnya anak juga mengerti. Kalau di terapi center, dia menurut dengan gurunya. Namun saat terapi dilakukan oleh orang tuanya di rumah, dia sama sekali tidak mau seperti mengerti siapa yang harus dituruti. Jadi orang tua kesulitan kecuali sangat tegas, sangat konsisten dalam disiplin sehingga anak menjadi menurut. diannisa

Sumber : http://artikel-kesehatan-online.blogspot.com/2008/05/pengertian-tentang-autisme.html

Ciri – Ciri Autisme:

Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri yaitu penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi, misalnya dengan tidak memberikan respon ( tersenyum, dan sebagainya ), bila di ‘liling’, diberi makanan dan sebagainya, serta seperti tidak menaruh perhatian terhadap lingkungan sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara, hanya mau mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang tidak jelas, tidak suka dengan stimuli pendengaran ( mendengarkan suara orang tua pun menangis ), senang melakukan stimulasi diri, memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan aneh lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan obyek, namun sulit menangkap.

Sumber : http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/12/13/pengertian-autisma-autisme/

CIRI CIRI ANAK AUTISME MENURUT USIA

Gejala anak autis bisa dilihat dari usia dini, karena itu coba perhatikan anak anda dalam setiap tahap. Terkadang orangtua tidak terlalu peka terhadap tingkah laku anak, jangan samapai terlambat. Walau autis ini tidak penyakit, tetapi gangguan kelemahan terhadap sistim saraf akibat faktor geneti yang lemah. Tapi anak autis ini perlu perhatian yang lebih ekstra sekali. Perinsip penanganan anak peyandang autis ini sejak awal dan berikut ini gejala autis ini berdasarkan usia:

 Usia 0 – 6 bulan. Apabila anak anda terlalu tenang dan jarang menangis, terlalu sensitive, gerakan tangan dan kaki yang terlalu berlebihanterutama pada saat mandi. Tidak pernah terjadi kontak mata atau senyum yang secara social, dan digendongakan mengepal tangan atau menegangkan kaki secara berlebihan.

 Usia 6 – 12 bulan. Kalau digendong kaku atu tegang dantidak berenterasi atautidak tertarik pada maianan atu tidak beraksi terhadap suara atau kata. Dan selalu memandang suatu benda atau tangannya sendiri secara lama. Itu akibatterlambat dalam perkembangan motorik halus dan kasar.  Usia 2 - 3 tahun. Tidak berminat atau bersosialisasi terhadap anak-anak lain dan kontak mata tidak nyambung dan tidak pernah focus.juga kaku terhadap orang lain dan masih senang digendong dan malas mengerakan tubuhnya.

 Usia 4 – 5 tahun. Sukanya anak ini berteriak-teriak dan suka membeo atau menirukan suara orang dan mengeluarkan suara-suara aneh. Dan gampang marag atau emosi apabila rutinitasnya diganggu dan kemauanya tidak dituruti dan agresif dam mudah menyakiti diri sendiri

Sumber : http://www.enformasi.com/2008/05/ciri-iri-anak-autisme-menurut-usia.html

Apa itu Autisme??

Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun.
Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif.

Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal.

Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputar-putar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit dan lain sebagainya.
Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang jelas.
Selain berbeda dalam jenis gejalanya, intensitas gejala autisme juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat.

Oleh karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut di antara masing-masing individu, maka saat ini gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA).
Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Tidak semua individu ASD/GSA memiliki IQ yang rendah. Sebagian dari mereka dapat mencapai pendidikan di perguruan tinggi. Bahkan ada pula yang memiliki kemampuan luar biasa di bidang tertentu (musik, matematika, menggambar).

Prevalensi autisme menigkat dengan sangat mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Menurut Autism Research Institute di San Diego, jumlah individu autistik pada tahun 1987 diperkirakan 1:5000 anak. Jumlah ini meningkat dengan sangat pesat dan pada tahun 2005 sudah menjadi 1:160 anak. Di Indonesia belum ada data yang akurat oleh karena belum ada pusat registrasi untuk autisme. Namun diperkirakan angka di Indonesia pun mendekati angka di atas. Autisme lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan perbandingan 4:1

Sumber : http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/apa-itu-autisme

Sejarah Autisme

Istilah Autisme pertama kali pada tahun 1943. Leo Kanner melakukan studi dari 11 anak-anak dan menemukan hal-hal yang tidak biasa tentang mereka. Ia menyebutnya kekanak-kanakan awal autisme. Sekitar waktu yang sama, dokter lain, Hans Asperger, melakukan studi lain pada hal yang hampir sama. Penemuannya sekarang disebut sindrom Asperger, sementara Leo Kanner penemuan ini disebut gangguan autistik, autisme masa kanak-kanak, kekanak-kanakan autisme, atau hanya autisme.

Sumber :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://simple.wikipedia.org/wiki/Autism&ei=ZkeiS4uuGcWvrAfb8KyFCQ&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=1&ved=0CA0Q7gEwAA&prev=/search%3Fq%3Dleo%2Bkanner%2Bautism%26hl%3Did%26lr%3Dlang_id%26sa%3DX

Apakah Autisme itu ?

Autisme adalah : neurodevelopmental disorder that manifests itself in markedly abnormal social interaction, communication ability, patterns of interests, and patterns of behavior.
“Cacat pada perkembangan syaraf & psikis manusia, baik sejak janin dan seterusnya; yang menyebabkan kelemahan/perbedaan dalam berinteraksi sosial, kemampuan berkomunikasi, pola minat, dan tingkah laku”.
Autisme cukup luas dan mencakup cukup banyak hal. Ciri-ciri autisme ada banyak, dan kebanyakan penderita autisme hanya menderita sebagiannya saja.
Penderita autisme cukup banyak yang ternyata malah menjadi sukses dalam hidupnya. Penderita autis banyak yang menjadi pakar pada bidang sains, matematika, komputer, dan lain-lainnya.
Orang tua dapat sangat membantu mengarahkan anak autis untuk mengeksploitasi kelebihan-kelebihannya (seperti: kemampuan untuk fokus & konsentrasi yang luar biasa), dan melatih mereka untuk memperbaiki berbagai kelemahan-kelemahannya.

Sumber : http://harry.sufehmi.com/archives/2006-10-17-1302/

Pengertian Autisme

Autisme adalah pola perilaku yang mempengaruhi cara seseorang hidup dan bagaimana mereka bertindak terhadap orang lain.. Orang-orang yang telah menemukannya difficut autis untuk bertindak dengan cara yang dipikirkan orang lain adalah "normal". Mereka menemukan kesulitan untuk berbicara dengan orang lain, untuk melihat orang lain dan sering tidak suka disentuh oleh orang lain. Seseorang yang menderita autisme tampaknya menoleh ke dalam. Mereka mungkin berbicara hanya kepada diri mereka sendiri, rock sendiri backards dan ke depan, dan tertawa di pikiran mereka sendiri. Mereka tidak seperti jenis perubahan dan mungkin merasa sangat sulit untuk belajar perilaku baru seperti menggunakan toilet atau pergi ke sekolah.

Sumber :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://simple.wikipedia.org/wiki/Autism&ei=ZkeiS4uuGcWvrAfb8KyFCQ&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=1&ved=0CA0Q7gEwAA&prev=/search%3Fq%3Dleo%2Bkanner%2Bautism%26hl%3Did%26lr%3Dlang_id%26sa%3DX

Pengertian Autisma /Autisme

 Autisma/Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang Autisma/Autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah Autisma/Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau ( Handojo, 2003 ).

 Kartono (2000) berpendapat bahwa Autisma/Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.

 Kartono (1989) berpendapat bahwa Autisma/Autisme adalah cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas

 Sarwindah, 2002 berpendapat bahwa Autisma/Autisme adalah gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain.

 Yuniar (2002) menambahkan bahwa Autisma/Autisme adalah gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. Autisma/Autisme berlanjut sampai dewasa bila tak dilakukan upaya penyembuhan dan gejala-gejalanya sudah terlihat sebelum usia tiga tahun.

Sumber : http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/12/13/pengertian-autisma-autisme/

Tuesday 23 March 2010

Kuharap dia disana
diantara tabir dan menjual muka
melihatku sampai tiada
aahhhh...
di balik cahaya jingga

Kutemukan garis indah
dari sisi yang memerah
benar, benar tak terkira
aku tersentuh sedikit saja

Ingin kuadu seberapa jauh rasa
tapi ternyata hati tak sampai kesana
Mimpi dalam setengah jam
menuju Mars yang menawan

Andai senja tak beranjak
mungkin masih ada ruang sejenak......

Layu

Aku layu dengan semua kenangan
terpecah dlam keping - keping di malam terang
ada kata yang terlontar tajam
dan kukesakitan

Terlebih kau tak layak tau
ruang dalam hatiku
rapuh dan hampir runtuh
aku berlalu.....